Selasa, 30 Juni 2015

aplikasi teori konseptual Roy





Model konseptual mengacu pada ide-ide global mengenai individu, kelompok situasi atau kejadian tertentu yang berkaitan dengan disiplin yang spesifik. Teori-teori yang terbentuk dari penggabungan konsep dan pernyataan yang berfokus lebih khusus pada suatu kejadian dan fenomena dari suatu disiplin ilmu. Model konseptual keperawatan dikembangkan atas pengetahuan para ahli keperawatan tentang keperawatan yang bertolak dari paradigma keperawatan. Model konseptual dalam keperawatan dapat memungkinkan perawat untuk menerapkan cara perawat bekerja dalam batas kewenangan sebagai seorang perawat. Perawat perlu memahami konsep ini sebagai kerangka konsep dalam memberikan asuhan keperawatan dalam praktek keperawatan atau sebagai filosofi dalam dunia pendidikan dan kerangka kerja dalam riset keperawatan.
Ada berbagai jenis model konseptual keperawatan berdasarkan pandangan ahli dalam bidang keperawatan, salah satunya adalah model adaptasi Roy. Roy dalam teorinya menjelaskan empat macam elemen esensial dalam adaptasi keperawatan , yaitu : manusia, lingkungan, kesehatan, dan keperawatan. Model adaptasi Roy menguraikan bahwa bagaimana individu mampu meningkatkan kesehatannya dengan cara memepertahankan perilaku secara adaptif karena menurut Roy, manusia adalah makhluk holistic yang memiliki sistem adaptif yang selalu beradaptasi. 

A.           Aplikasi Teori Konseptual Roy
Model Adaptasi Roy telah menggambarkan tahapan–tahapan dalam proses keperawatan yang lengkap. Berdasarkan teori Roy, tahapan proses keperawatan dimulai dari :

1.             Pengkajian tingkat pertama
Mengumpulkan data perilaku out put seseorang sebagai sistem adaptasi dihubungkan dengan 4 adaptive mode : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan interdependent. Pengkajian tahap pertama ini berkenaan dengan pengkajian perilaku,  yaitu pengkajian klien terhadap masing-masing model adaptasi secara sistematika dan holistic. Pelaksanaan dan pengkajian dan pencatatan pada empat model adaptif tersebut memberikan gambaran keadaan klien pada tim kesehatan lainnya.

2.             Pengkajian tingkat kedua
Setelah pengkajian tahap pertama perawat dapat menganalisa data yang timbul dan pola-pola perilaku pasien untuk mengidentifikasi respon tidak efektif atau respon adaptif yang diperlukan untuk mendukung tindakan perawat. Bila perilaku tidak efektif atau respon adaptif ada, perawat melakukan pengkajian tahap kedua
Pada fase pengkajian ini perawat mengumpulkan data tentang stimulus fokal, contekstual, dan residual yang mempengaruhi pasien. Proses ini mengklarifikasi etiologi dari problem dan mengenai faktor-faktor contekstual dan residual yang berarti.

3.             Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah respon individu terhadap rangsangan yang timbul dari diri sendiri maupun luar (lingkungan). Sifat diagnosis keperawatan adalah :
a.             Berorientasi pada kebutuhan dasar manusia
b.            Menggambarkan respon individu terhadap proses, kondisi dan situasi sakit
c.             Berubah bila respon individu juga berubah.

Unsur dalam diagnosis keperawatan meliputi problem / respon (P); etiologi (E); dan Signslsymptom (S), dengan rumus diagnosis P+E+S, diagnosis keperawatan dan diagnosis medis mempunyai beberapa perbedaan sebagaimana tersebut pada table di bawah ini :








Diagnosis medis

Diagnosis keperawatan
1.      Fokus : faktor-faktor pengobatan penyakit

2.      Orientasi : keadaan patologi


3.      Cenderung tetap mulai masuk sampai pulang.

4.      Mengarah tindakan medis (pengobatan) yang sebagian dilimpahkan kepada perawat

5.      Diagnosis medis melengkapi diagnosis keperawatan
1.                    Focus : respon klien, tindakan medis dan faktor lain.

2.                  Orientasi : kebutuhan dasar manusia (KDM )

3.                  Berubah sesuai perubahan respon klien

4.                  Mengarah pada fungsi mandiri perawat


5.                    Diagnosis keperawatan melengkapi diagnosis medis.




Roy mendefinisikan tiga metode untuk menyusun diagnosis keperawatan:
Ø  Menggunakan tipologi yang dikembangkan oleh roy dan berhubungan dengan 4 model adaptasi(tabel masalah adaptasi) dalam mengaplikasikan metode diagnosis ini, diagnosis pada kasus Tn. Sigit adalah “ Hipoksia”.

1)             Memenuhi kebutuhan oksigen
Kriteria :
a.              Menyiapkan tabung oksigen dan flowmater
b.              Menyiapkan homidifier berisi air
c.              Menyiapkan selang nasal/ masker
d.             Memberikan penjelasan kapeda klien
e.              Mengatur posisi klien.
f.               Memasang selang nasal / masker
g.              Memerhatikan reaksi klien

2)             Memahami kebutuhan nutrisi, cairan dan elektrolit
Kriteria:
a.              Menyiapkan peralatan dalam dressing care
b.              Menyiapkan cairan infus/makanan/ darah
c.              Memberikan penjelasan pada klien
d.             Memberikan penjelasan pada klien mencocokan jenis cairan / darah/ diet makanan
e.              Mengatur posisi klien
f.               Melakukan pemasangan infus /darah /makanan
g.              Mengobservasi reaksi klien

3)             Memenuhi kebutuhan eliminasi
Kriteria:
a.              Menyiapkan alat pemberian huknah/gliserin/dulcolak dan perawatan pemasangan ateter
b.              Memerhatikan suhu cairan atau ukuran kateter
c.              Menetup dan memasang selimut
d.             Mengobservasi keadaan feses/urine
e.              Mengobservasi reaksi klien

4)             Memenuhi kebutuhan aktifitas atau istirahat atau tidur
Kriteria:
a.              Melakukan latihan gerak pada klien tidak sadar
b.              Melakukan mobilitasi pada klien pasca operasi.

5)             Memiliki kebutuhan  intergitas kulit (kebersihan dan kenyamanan fisik)
Kriteria :
a.              Memandikan klien yang tidak sadar / kondisinya lemah.
b.              Mengganti alat-alat tenun sesuai kebutuhan / kotor
c.              Merapikan alat-alat klien
6)             Mencegah dan mengatasi reaksi fisiologis kriteria
a)      Mengobservasi tanda-tanda vital sesuai kebutuhan
b)      Melakukan tes Alergi pada pemberian obat baru
c)      Mengobservasi reaksi klien

Ø   Menggunakan perrnyataan dari perilaku yang tampak dan berpengaruh terhadap stimulunya. Dengan menggunakan metode diagnosis ini maka diagnosisnya adalah “nyeri dada disebabkan oleh kekurangan oksigen pada otot jantung berhuungan dengan cuaca lingkungan yang panas.

1)             Standar tindakan gangguan konsep diri ( psikis ) Memenuhi kebutuhan emosional dan spiritual
Kriteria :
  1. Melaksanakan orientasi pada klien baru
  2. Memberikan penjelasan tentang tndakn yang dilakukan
  3. Memberikan penjelasan dengan bahasa sederhana
  4. Memperhatikan setiap keluhan klien
  5. Memotivasi klien untuk berdoa
  6. Membantu klien untuk beribadah
  7. Memperhatikan pesan-pesan klien



2)             Standar tindakan pada gangguan peran (sosial)
1.            Meyakinkan klien bahwa dia adalah tetap sebagai individu yang berguna bagi keluarga dan masyarakat
2.            Mendukung upaya kegiatan/kreatifitas klien
3.            Melibatkan klien dalam setiap kegiatan terutama dalam pengobatan pada dirinya
4.            Melibatkan klien dalam setiap mengambiil keputusan menyangkut diri klien
5.            Bersifat terbuka dan komunikatif pada klien
6.            Mengizinkan keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien
7.            Perawat dan keluarga selalu mmemberikan pujian atas sikap klien yang positif dann perawatan
8.            Perawat dan keluarga selalu bersikap halus dan menerima jika ada sikap klien yang negatif

3)             Standar  Tindakan pada Gangguan Interdependence ( ketergantungan )
  1. Membantu klien memenuhi makan & minum
  2. Membantu klien memenuhi kebutuhan eliminasi  ( urine & alvi )
  3. Membantu klien memenuhi kebutuhan kebersihan diri ( mandi )
  4. Membantu klien berhias / berdandan




Ø   Berhubungan dengan stimulus yang sama. Misalnya jika seseorang petani mengalami nyeri dada saat ia bekerja di luar pada cuaca yang panas. Pada kasus ini diagnosis yang sesuai adalah “kegagalan peran berhubungan dengan keterbatasan fisik (miokardial) untuk bekerja saat cuaca yang panas “

4.             Tujuan
Tujuan adalah perubahan perilaku pasien yang diharapkan oleh perawat setelahtindakan keperawatan dan penjelasan berhasil dilakukan.

5.             Intervensi
Adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, mengatasimasalah-masalah yang telah diidentifikasi dalam diagnosa keperawatan.
Suatu perencanaan dengan tujuan merubah atau memanipulasi local, kontekstual, residual. Pelaksanaannya juga ditujukan kepada kemampuan klien dalam menggunakan koping secara luas, supaya stimulasi secara keseluruhan dapat terjadi pada klien.
Tujuan intervensi keperawatan adalah mencapai kondisi yang optimal dengan menggunakan koping yang konstruksif. Tujuan jangka panjang harus dapat menggambarkan penyelesaian masalah adaptif dan ketersediaan energy untuk memenuhi kebutuhan tersebut (mempertahankan, pertumbuhan, reproduksi).


Tujuan jangka pendek mengidentfikasi harapan perilaku klien setelah memanipulasi stimulus fokal, kontekstual, dan residual.Pengembangan kriteria standars intervensi keperawatan menurut adaptasi akan digunakan oleh peneliti sebagai instrumen untuk  mengukur kinerja perawat dalam menerapkan teori adaptasi pada asuhan keperawatan anak.

6.             Evaluasi
Adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasilyang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap pelaksanaan.

A.           Kesimpulan
Roy (1984) menyampaikan bahwa secara umum tujuan pada intervensi keperawatan adalah untuk mempertahankan dan mempertinggi perilaku adaptif dan mengubah perilaku inefektif menjadi adaptif. Penentuan tujuan dibagi atas tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang yang akan dicapai meliputi : hidup, tumbuh, reproduksi dan kekeuasaan. Tujuan jangka pendek meliputi tercapainya tingkah laku yang diharapkan setelah dilakukan manipulasi terhadap stimulus focal, konteksual dan residual.

B.            Saran
Secara umum, pembaca diharapkan mampu menelaah dan mempelajari setiap konsep dan model keperawatan yang sudah berkembang dan mampu membandingkan teori dan model praktik yang sesuai dengan ilmu keperawatan itu sendiri sehingga tidak bertentangan dengan etika, norma dan budaya.
Secara khusus, perawat harus mampu meningkatkan respon adaptif pasien pada situasi sehat atau sakit . Perawat dapat mengambil tindakan untuk memanipulasi stimuli fokal, konteksual maupun residual stimuli dengan melakukan analisa sehingga stimuli berada pada daerah adaptasi. Perawat harus mampu bertindak untuk mempersiapkan pasien mengantisipasi perubahan melalui penguatan regulator, cognator dan mekanisme koping yang lain.
Pada situasi sehat, perawat berperan untuk membantu pasien agar tetap mampu mempertahankan kondisinya sehingga integritasnya akan tetap terjaga. Misalnya melalui tindakan promotif perawat dapat mengajarkan bagaimana meningkatkan respon adaptif.
Pada situasi sakit, pasien diajarkan meningkatkan respon adaptifnya akibat adanya perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal. Misalnya, seseorang yang mengalami kecacatan akibat amputasi karena kecelakaan. Perawat perlu mempersiapkan pasien untuk menghadapi realita. Dimana pasien harus mampu berespon secara adaptif terhadap perubahan yang terjadi didalam dirinya. Kehilangan salah satu anggota badan bukanlah keadaan yang mudah untuk diterima. Jika perawat dapat berperan secara maksimal, maka pasien dapat bertahan dengan melaksanakan fungsi perannya secara optimal.

Asumsi dasar menurut Sister Callista Roy



Asumsi dasar menurut Sister Callista Roy
Sister Callista Roy mengembangkan model adaptasi dalam keperawatan pada tahun 1964.  Menurut teori adaptasi Roy, respon atau perilaku adaptasi seseorang  bergantung pada stimulus :
  1. Stimulus Fokal : stimulus yang langsung berhadapan dengan pasien.
Seperti perubahan fisiologis, perubahan konsep diri, perubahan fungsi peran atau perubahan dalam mempertahankan keseimbangan antara kemandirian dan ketergantungan.
2.      Stimulus Konsektual : semua stimulus yang diterima oleh individu.
            Seperti lingkungan, keluarga, teman, masyarakat, petugas kesehatan.
3.      Stimulus Residual : ciri-ciri tambahan dan relevan dengan situasi yang ada, namun sukar untuk di observasi.
Contoh : keyakinan, sikap dan sifat individu yang berkembang sesuai dengan pengalaman masa depan.

Metaparadigma
  1. Manusia
Roy  menjelaskan bahwa manusia sebagai penerima asuhan dan memiliki sifat adaptif.  Adaptif : kemampuan beradaptasi.

2.      Lingkungan
Lingkungan digambarkan sebagai dunia didalam dan diluar manusia.Adapun lingkungan dari dalam : dari dalam tubuh individu sendiri, contohnya : spiritual, sosio, biologis, psikologis.
            Lingkungan dari luar : seperti masyarakat, temandan lingkungan sekitar.
3.      Kesehatan
Roy menjelaskan bahwa keadaan sehat_sakit seseorang sangat mempengaruhi proses adaptifnya.  Apabila sakit seseorang tidak akan mampu beradaptasi dengan baik begitu pula sebaliknya.
4.      Keperawatan
Roy, 1983 (dalam Tomey & Olligood,2002) menggambarkan keperawatan sebagai disiplin ilmu dan praktek. Sehingga menurut Roy peran perawat tidak hanya membantu menyembuhkan atau meringankan penyakit saja namun perawat juga berperan untuk membantu pasien beradaptasi dengan lingkungannya yang telah berubah dari keadaan sehat menjadi sakit.

Aplikasi Teori Konseptual Roy
Model Adaptasi Roy telah menggambarkan tahapan–tahapan dalam proses keperawatan yang lengkap. Berdasarkan teori Roy, tahapan proses keperawatan dimulai dari :
·         2 level pengkajian
·         Diagnosa keperawatan
·         Tujuan tindakan keperawatan
·         Intervensi keperawatan, dan
·         Evaluasi keperawatan
Kelebihan proses keperawatan berdasarkan Model Adaptasi Roy ini adalah pada tahap 2 level pengkajian yang harus dilakukan perawat.
Pengkajian keperawatan dimulai dengan :
·         Level 1 : Perawat mengkaji respon prilaku pasien terhadap stimulus yaitu fisiologis adaptasi mode, konsep diri adaptasi mode, peran adaptasi mode dan ketergantungan adaptasi mode
·         Level 2 : 2erawat mengkaji stressor yang dihadapi pasein yaitu stimulus fokal & kontekstual (yang pada dasarnya merupakan faktor presipitasi dari masalah yang dihadapi pasien) dan stimulus residual (yang pada dasarnya merupakan faktor predisposisi dari masalah yang dihadapi pasien),
sehingga pengkajian yang dilakukan perawat lebih lengkap dan perawat dapat menegakkan diagnosa lebih akurat dari pengkajian tersebut.
Aplikasi teori dan konsep model keperawatan dapat diterapkan diberbagai cabang ilmu keperawatan, baik di keperawatan dasar, keperawatan klinik, maupun keperawatan komunitas. Di keperawatan jiwa sendiri salah satu teori dan konsep model keperawatan yang dapat diterapkan adalah Model Adaptasi Roy.
Di tatanan keperawatan jiwa sendiri, pendekatan yang digunakan pada Teori Adaptasi Roy ini sangat bermanfaat ketika perawat melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa, resiko gangguan dan sehat jiwa. Dengan teori ini, perawat tidak hanya dapat mengintervensi tanda dan gejala tapi juga dapat mengetahui & memberikan intervensi pada faktor presipitasi dan faktor predisposisi dari masalah yang dihadapi pasien. Sehingga perawat dapat mencegah pasien mengalami masalah resiko dan gangguan jiwa, mengatasi masalah resiko dan gangguan jiwa dan meningkatkan individu yang sehat agar tidak mengalami masalah resiko dan gangguan jiwa.
Selain itu, dengan Teori Adaptasi Roy ini, perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat lebih memahami tentang proses adaptasi yang terjadi pada individu, yang dimulai dari adanya stimulus/stressor yang dapat menjadikan individu mengalami stress, proses mekanisme koping (kognator dan regulator) dan effektor sebagai upaya individu mengatasi stressor dan terakhir timbulnya respon prilaku individu terhadap stressor yang dihadapinya. Teori ini hampir mirip dengan Teori Stress Adaptasi Stuart-Laraia yang ada di keperawatan jiwa.



Kesimpulan
            Roy menjelaskan tentang “Adaptasi” yang menurutnya sangat berpengaruh pada proses kesehatan. Melalui beberapa pendekatan maka adaptasi akan berjalan dengan lancar dan untuk komunikasi yang baik antara perawat_klien. Tidak hanya itu Roy juga menjelaskan bahwa adaptasi untuk kesehatan terjadi untuk beberapa proses kesehatan. Misalnya kesehatan anak, kesehatan keluarga bahkan kesehatan jiwa.
Roy menyampaikan bahwa secara umum tujuan pada intervensi keperawatan

 adalah untuk mempertahankan dan mempertinggi perilaku adaptif dan mengubah

perilaku inefektif menjadi adaptif. Penentuan tujuan dibagi atas tujuan jangka   

panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang yang akan dicapai

meliputi : Hidup, tumbuh, reproduksi dan kekeuasaan. Tujuan jangka pendek

meliputi tercapainya tingkah laku yang diharapkan setelah dilakukan manipulasi

terhadap stimulus focal, konteksual dan residual.