Konsep Desa Siaga
1. Pengertian
Desa
siaga merupakan strategi baru pembangunan kesehatan. Desa siaga lahir sebagai
respon pemerintah terhadap masalah kesehatan di Indonesia yang tak kunjung
selesai. Tingginya angka kematian ibu
dan bayi, munculnya kembali berbagai penyakit lama seperti tuberkulosis paru,
merebaknya berbagai penyakit baru yang bersifat pandemik seperti SARS, HIV/AIDS
dan flu burung serta belum hilangnya penyakit endemis seperti diare dan demam
berdarah merupakan masalah utama kesehatan di Indonesia. Bencana alam yang
sering menimpa bangsa Indonesia seperti gunung meletus, tsunami, gempa bumi,
banjir, tanah longsor dan kecelakaan massal menambah kompleksitas masalah
kesehatan di Indonesia.
Desa
siaga merupakan salah satu bentuk reorientasi pelayanan kesehatan dari
sebelumnya bersifat sentralistik dan top down menjadi lebih partisipatif dan
bottom up. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
564/MENKES/SK/VI II/2006, tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa siaga,
desa siaga merupakan desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan
kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan,
bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Desa siaga adalah suatu
konsep peran serta dan pemberdayaan masyarakat
di tingkat desa, disertai dengan pengembangan kesiagaan dan kesiapan masyarakat
untuk memelihara kesehatannya secara mandiri.
Desa
yang dimaksud di sini dapat berarti kelurahan atau nagari atau istilah-istilah
lain bagi kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah, yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asalusul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam
sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Depkes, 2007).
Konsep
desa siaga adalah membangun suatu sistem di suatu desa yang bertanggung jawab
memelihara kesehatan masyarakat
itu sendiri, di bawah bimbingan dan interaksi dengan seorang bidan dan 2 orang
kader desa. Di samping itu, juga dilibatkan berbagai pengurus desa untuk
mendorong peran serta masyarakat dalam program kesehatan seperti imunisasi dan
posyandu (Depkes 2009).
2. Tujuan
Secara
umum, tujuan pengembangan desa siaga adalah terwujudnya masyarakat desa yang
sehat, peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya.
Selanjutnya, secara khusus, tujuan pengembangan desa siaga (Depkes, 2006),
adalah :
a. Meningkatnya pengetahuan dan
kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan.
b. Meningkatnya kewaspadaan dan
kesiapsiagaan masyarakat desa.
c. Meningkatnya keluarga yang sadar
gizi dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat.
3. Kriteria
Desa Siaga
Suatu
desa dikatakan menjadi desa siaga apabila memenuhi kriteria berikut (Depkes,
2006) :
a. Memiliki 1 orang tenaga bidan yang
menetap di desa tersebut dan sekurang-kurangnya 2 orang kader desa.
b. Memiliki minimal 1 bangunan pos
kesehatan desa (poskesdes) beserta peralatan dan perlengkapannya. Poskesdes
tersebut dikembangkan oleh masyarakat yang dikenal dengan istilah upaya
kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang melaksanakan kegiatan-kegiatan
minimal :
1)
Pengamatan epidemiologis penyakit menular dan yang
berpotensi menjadi kejadian luar biasa serta faktor-faktor risikonya.
2)
Penanggulangan penyakit menular dan yang berpotensi menjadi
KLB serta kekurangan gizi.
3)
Kesiapsiagaan penanggulangan
bencana dan kegawatdaruratan kesehatan.
4)
Pelayanan kesehatan
dasar, sesuai dengan kompetensinya.
5)
Kegiatan pengembangan seperti promosi kesehatan, kadarzi,
PHBS, penyehatan lingkungan dan lain-lain.
4. Prinsip
Pengembangan Desa Siaga
Prinsip pengembangan desa siaga (Depkes, 2008), yaitu :
a.
Desa siaga adalah titik temu antara pelayanan kesehatan dan
program kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah dengan upaya masyarakat yang
terorganisir.
b.
Desa siaga mengandung makna “kesiapan” dan “kesiagaan”
Kesiagaan masyarakat dapat didorong dengan memberi informasi yang akurat dan
cepat tentang situasi dan masalah-masalah yang mereka hadapi.
c.
Prinsip respons segera. Begitu masyarakat mengetahui adanya
suatu masalah, mereka melalui desa siaga, akan melakukan langkah-langkah yang
perlu dan apabila langkah tersebut tidak cukup, sistem kesehatan akan
memberikan bantuan (termasuk pustu, puskesmas, Dinkes, dan RSUD).
d.
Desa siaga adalah “wadah” bagi masyarakat dan sistem
pelayanan kesehatan untuk menyelenggarakan berbagai program kesehatan.
5. Koordinasi
Desa Siaga
Secara
organisasi, koordinasi dan kontrol proses pengembangan desa siaga dilakukan
oleh sebuah organisasi desa siaga. Organisasi desa siaga ini berada di tingkat
desa/kelurahan dengan penanggung jawab umum kepala desa atau lurah. Sedangkan
pengelola kegiatan harian desa siaga, bertugas melaksanakan kegiatan lapangan
seperti pemetaan balita untuk penimbangan dan imunisasi, pemetaan ibu hamil,
membantu tugas administrasi di poskesdes dan lain-lain.
6. Kegiatan
Pokok Desa Siaga
a. Surveilans dan pemetaan
Setiap ada masalah kesehatan di
rumah tangga akan dicatat dalam kartu sehat keluarga. Selanjutnya, semua
informasi tersebut akan direkapitulasi dalam sebuah peta desa (spasial) dan
peta tersebut dipaparkan di poskesdes.
b. Perencanaan partisipatif
Perencanaan partisipatif di
laksanakan melal ui survei mawas diri (SMD) dan musyawarah masyarakat desa
(MMD). Melalui SMD, desa siaga menentukan prioritas masalah. Selanjutnya,
melalui MMD, desa siaga menentukan target dan kegiatan yang akan dilaksanakan
untuk mencapai target tersebut. Selanjutnya melakukan penyusunan anggaran.
c. Mobilisasi sumber daya masyarakat
Melalui forum desa siaga, masyarakat
dihimbau memberikan kontribusi dana sesuai dengan kemampuannya. Dana yang
terkumpul bisa dipergunakan sebagai tambahan biaya operasional poskesdes. Desa
siaga juga bisa mengembangkan kegiatan peningkatan pendapatan, misalnya dengan
koperasi desa. Mobilisasi sumber daya masyarakat sangat penting agar desa siaga
berkelanjutan (sustainable).
d. Kegiatan khusus
Desa siaga dapat mengembangkan
kegiatan khusus yang efektif mengatasi masalah kesehatan yang diprioritaskan.
Dasar penentuan kegiatan tersebut adalah pedoman standar yang sudah ada untuk
program tertentu, seperti malaria, TBC dan lain-lain. Dalam mengembangkan
kegiatan khusus ini, pengurus desa siaga dibantu oleh fasilitator dan pihak
puskesmas.
e. Monitoring kinerja
Monitoring menggunakan peta rumah
tangga sebagai bagian dari surveilans rutin. Setiap rumah tangga akan diberi
Kartu Kesehatan Keluarga untuk diisi sesuai dengan keadaan dalam keluarga
tersebut. Kemudian pengurus desa siaga atau kader secara berkala mengumpulkan data
dari Kartu Kesehatan Keluarga untuk dimasukkan dalam peta desa.
f. Manajemen keuangan
Desa siaga akan mendapat dana hibah
(block grant) setiap tahun dari DHS-2 guna mendukung kegiatannya. Besarnya
sesuai dengan proposal yang diajukan dan proposal tersebut sebelumnya sudah
direview oleh Dewan Kesehatan Desa, kepala desa, fasilitator dan Puskesmas.
Untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas, penggunaan dana tersebut harus
dicatat dan dilaporkan sesuai dengan pedoman yang ada.
7. Tahapan
Pengembangan Desa Siaga
Pengembangan
desa siaga merupakan aktivitas yang berkelanjutan dan bersifat siklus. Setiap
tahapan meliputi banyak aktivitas.
a. Pada tahap 1 dilakukan sosialisasi
dan survei mawas diri (SMD), dengan kegiatan antara lain : Sosialisasi,
Pengenalan kondisi desa, Membentuk kelompok masyarakat yang melaksanakan SMD,
pertemuan pengurus, kader dan warga desa untuk merumuskan masalah kesehatan
yang dihadapi dan menentukan masalah prioritas yang akan diatasi.
b. Pada tahap 2 dilakukan pembuatan
rencana kegiatan. Aktivitasnya, terdiri dari penentuan prioritas masalah dan
perumusan alternatif pemecahan masalah. Aktivitas tersebut, dilakukan pada saat
musyawarah masyarakat 2 (MMD-2). Selanjutnya, penyusunan rencana kegiatan,
dilakukan pada saat musyawarah masyarakat 3 (MMD-3). Sedangkan kegiatan antara
lain memutuskan prioritas masalah, menentukan tujuan, menyusun rencana kegiatan
dan rencana biaya, pemilihan pengurus desa siaga, presentasi rencana kegiatan
kepada masyarakat, serta koreksi dan persetujuan masyarakat.
c. Tahap 3, merupakan tahap pelaksanaan
dan monitoring, dengan kegiatan berupa pelaksanaan dan monitoring rencana
kegiatan.
d. Tahap 4, yaitu : kegiatan evaluasi
atau penilaian, dengan kegiatan berupa pertanggung jawaban.
Pada pelaksanaannya, tahapan diatas
tidak harus berurutan, namun disesuaikan dengan kondisi masing-masing
desa/kelurahan.
8. Indikator
Keberhasilan Desa Siaga
Indikator
keberhasilan pengembangan desa siaga dapat diukur dari 4 kelompok indikator,
yaitu : indikator input, proses, output dan outcome (Depkes, 2009).
a. Indikator input
1) Jumlah kader desa siaga.
2) Jumlah tenaga kesehatan di
poskesdes.
3) Tersedianya sarana (obat dan alat)
sederhana.
4) Tersedianya tempat pelayanan seperti
posyandu.
5) Tersedianya dana operasional desa
siaga.
6) Tersedianya data/catatan jumlah KK
dan keluarganya.
7) Tersedianya pemetaan keluarga
lengkap dengan masalah kesehatan yang dijumpai dalam warna yang sesuai.
8) Tersedianya data/catatan (jumlah
bayi diimunisasi, jumlah penderita gizi kurang, jumlah penderita TB, malaria
dan lain-lain).
b. Indikator
proses
1) Frekuensi
pertemuan forum masyarakat desa (bulanan, 2 bulanan dan sebagainya).
2) Berfungsi/tidaknya
kader desa siaga.
3) Berfungsi/tidaknya
poskesdes.
4) Berfungsi/tidaknya
UKBM/posyandu yang ada.
5) Berfungsi/tidaknya
sistem penanggulangan penyakit/masalah kesehatan berbasis masyarakat.
6) Ada/tidaknya
kegiatan kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS.
7) Ada/tidaknya
kegiatan rujukan penderita ke poskesdes dari masyarakat.
c. Indikator
output
1) Jumlah persalinan dalam keluarga
yang dilayani.
2) Jumlah kunjungan neonates (KN2).
4) Jumlah bayi dan anak balita BB tidak
naik ditangani.
5) Jumlah balita gakin umur 6-24 bulan
yang mendapat M P-AS I.
6) Jumlah balita yang mendapat
imunisasi.
7) Jumlah pelayanan gawat darurat dan
KLB dalam tempo 24 jam.
8) Jumlah keluarga yang punya jamban.
9) Jumlah keluarga yang dibina sadar
gizi.
10) Jumlah keluarga menggunakan garam
beryodium.
11) Adanya data kesehatan lingkungan.
12) Jumlah kasus kesakitan dan kematian
akibat penyakit menular tertentu yang menjadi masalah setempat.
13) Adanya peningkatan kualitas UKBM
yang dibina.
d. Indikator
outcome
1) Meningkatnya jumlah penduduk yang
sembuh/membaik dari sakitnya.
2) Bertambahnya jumlah penduduk yang
melaksanakan PHBS.
3) Berkurangnya jumlah ibu melahirkan
yang meninggal dunia.
Sumber :
Kesmas (2013). Konsep Desa Siaga. Diunduh pada
tanggal 29 Mei 2013 dari
Effendi, F & Makhfudin (2008). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan
Praktik dalam
Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar