A.
Defenisi
Gangguan obsesif kompulsif atau yang
lebih sering dikenal dengan singkatan OCD adalah kelainan psikologis yang
menyebabkan seseorang memiliki pikiran obsesif dan perilaku yang bersifat
kompulsif. Kelainan ini ditandai dengan pikiran dan ketakutan tidak masuk akal
(obsesi) yang dapat menyebabkan perilaku repetitif (kompulsi). Misalnya, orang
yang merasa harus memeriksa pintu dan jendela lebih dari tiga kali sebelum
meninggalkan rumahnya.
Jumlah pasti penderita OCD sulit
diketahui karena para penderita umumnya enggan ke dokter. Tetapi Anda tidak
perlu malu dan menutupinya jika mengalami OCD. Gangguan ini merupakan penyakit
jangka panjang seperti halnya tekanan darah tinggi dan diabetes.Gejala OCD yang muncul pada tiap penderita
berbeda-beda. Ada yang ringan di mana penderita menghabiskan sekitar satu jam
bergelut dengan pikiran obsesif dan perilaku kompulsifnya, tapi ada juga yang
parah mengalami gangguan ini hingga mengendalikan hidupnya.Penderita OCD juga
umumnya terpuruk dalam pola pikiran dan perilaku tertentu. Ada empat tahap
utama dalam kondisi OCD, yaitu obsesi, kecemasan, kompulsi, dan kemudian
kelegaan sementara.
Obsesi muncul saat pikiran penderita
terus dikuasai oleh rasa ketakutan atau kecemasan. Kemudian obsesi dan rasa
kecemasan akan memancing aksi kompulsi di mana penderita akan melakukan sesuatu
agar rasa cemas dan tertekan dikurangi. Perilaku kompulsif tersebut akan
membuat penderita merasa lega untuk sementara, tapi obsesi serta kecemasan akan
kembali dan membuat penderita mengulangi pola tersebut.
Sifat perfeksionis berbeda dengan
gejala OCD. Menjaga kebersihan serta kerapian yang berlebihan bukan berarti
Anda menderita OCD. Pikiran OCD bukan hanya sekadar rasa cemas yang ekstrem
tentang masalah dalam kehidupan. Jika obsesi dan kompulsi sudah menghambat
rutinitas, periksakan diri ke dokter atau psikolog.
B. Faktor Risiko Dalam OCD
Penyebab OCD belum berhasil diketahui secara pasti, tapi banyak
penelitian yang telah dilakukan untuk menganalisis adanya sejumlah faktor
pemicu yang dapat meningkatkan risiko OCD. Di antaranya:
1)
Faktor
genetika. Ada bukti
yang menunjukkan bahwa gangguan ini berhubungan dengan gen tertentu yang
memengaruhi perkembangan otak.
2)
Ketidaknormalan
pada otak. Hasil
penelitian pemetaan otak memperlihatkan adanya ketidaknormalan pada otak
penderita OCD yang melibatkan serotonin yang tidak seimbang. Serotonin adalah
zat penghantar yang digunakan otak untuk komunikasi di antara sel-selnya.
C. Langkah Pengobatan dan Komplikasi
OCD
Tingkat pengobatan OCD bergantung kepada sejauh apa dampak OCD yang Anda alami
dalam kehidupan Anda. Ada beberapa langkah dalam penanganan OCD, yaitu:
1)
Terapi
perilaku kognitif (CBT). Terapi ini dapat membantu Anda untuk mengurangi
kecemasan dengan mengubah cara pikir dan perilaku Anda.
2)
Penggunaan
obat-obatan untuk mengendalikan gejala yang Anda alami.
Mencari bantuan medis adalah hal
terpenting bagi penderita OCD karena mereka memiliki kemungkinan untuk sembuh
atau setidaknya untuk menikmati hidup dengan mengurangi gejalanya.Jika tidak
ditangani, perasaan tertekan dapat bertambah parah dan membuat penderita makin
sulit untuk menghadapi OCD sehingga mengalami depresi. Tingkat depresi yang parah bahkan dapat memicu dorongan
untuk bunuh diri. Dampak gangguan obsesif kompulsif (OCD) berbeda-beda pada
tiap orang. Tetapi kelainan ini biasanya menyebabkan pola pikiran dan perilaku
tertentu,yaitu obsesi, kompulsi, kelegaan sementara, dan kecemasan.
Tahap obsesi muncul saat pikiran
Anda terus dikuasai ketakutan atau kecemasan, misalnya ketakutan berlebihan
untuk tertular penyakit. Kemudian obsesi dan rasa tertekan akan memancing aksi
kompulsi yang mendorong penderita untuk melakukan hal tertentu guna mengurangi
rasa cemas dan tertekan seperti mencuci tangan sebanyak lima kali. Perilaku
kompulsif tersebut akan membuat penderita merasa lega untuk sementara, tapi
obsesi serta kecemasan akan kembali dan membuatnya mengulangi pola tersebut.
Semua orang pasti memiliki pikiran
tidak menyenangkan atau negatif. Tetapi sebagian besar orang dapat melanjutkan
hidup secara normal karena berhasil mengendalikan pikiran dan membendung
kekhawatiran tersebut. Jika benak Anda terus dihantui dan sangat dikuasai
pikiran negatif, maka terdapat kemungkinan bahwa Anda mengalami obsesi.
Beberapa jenis obsesi yang umumnya menguasai penderita OCD adalah:
1)
Takut
terkontaminasi atau kotor, misalnya karena menyentuh objek yang sudah disentuh
orang lain atau bersalaman.
2)
Semua
harus teratur dan simetris,misalnya menyusun pakaian berdasarkan gradasi warna.
3)
Takut
tidak sengaja melukai diri sendiri atau orang lain, misalnya berulang kali
memeriksa setrika karena takut menyebabkan kebakaran.
4)
Munculnya
pikiran yang tidak diinginkan, termasuk tentang sikap agresif, seksualitas,
keyakinan,serta agama. Misalnya mendadak ingin mengutarakan sumpah serapah
tanpa alasan jelas atau tertekan karena sering membayangkan hal-hal seksual.
Penderita OCD juga umumnya melakukan
tindakan repetitif tertentu. Tujuannya adalah untuk mengurangi atau mencegah
kecemasan yang disebabkan oleh pikiran obsesif. Tetapi perilaku ini sering
berlebihan atau tidak berhubungan secara rasional dengan hal yang ditakutkan.
Contohnya:
1)
Mencuci
tangan berkali-kali sampai kulit menjadi kering dan lecet.
2)
Berulang
kali memeriksa pintu, kompor atau setrika.
3)
Selalu
bersih-bersih.
4)
Sangat
menyukai keteraturan dan selalu menghitung.
5)
Tidak
pernah membuang barang walau sudah tidak terpakai.
6)
Terus-terus
bertanya untuk memastikan sesuatu.
7)
Mengulang
kata-kata atau doa tanpa bersuara.
Penderita OCD umumnya pun menyadari
bahwa tindakan kompulsif mereka tidak masuk akal, tetapi mereka tidak bisa
menghentikannya sehingga dapat memberikan dampak negatif pada kehidupan
penderitanya. Karena itu, sangat penting bagi penderita untuk mencari bantuan
guna mengatasi kondisinya. Dengan diagnosis dan penanganan yang tepat,
penderita OCD umumnya dapat mengatasi kondisi dan memperbaiki kualitas hidup
merekaPenyebab pasti dari gangguan ini belum berhasil ditemukan, tapi faktor
keturunan dan pengaruh kehidupan yang berat diduga berperan besar sebagai
pemicu OCD.Jika memiliki orang tua atau saudara yang mengidap OCD, risiko Anda
untuk menderita gangguan yang sama juga dipercaya akan meningkat lebih dari
tiga kali lipat. Penelitian menunjukkan bahwa OCD mungkin muncul akibat gen
keturunan tertentu yang memengaruhi perkembangan otak.
Kejadian signifikan atau menyedihkan
dan yang menyebabkan trauma, seperti kehilangan anggota keluarga atau keretakan
hubungan keluarga, dapat memicu OCD pada mereka yang lebih berisiko terkena OCD
misalnya akibat keturunan. Walau tidak menyebabkan OCD, stres dapat memperparah
gejala-gejala OCD pada penderitanya.
Di luar kedua faktor tersebut, ada
beberapa hal lain yang juga diperkirakan dapat memicu OCD. Di antaranya:
1)
Pengaruh
pola asuh dan keluarga.
Sikap orang tua yang terlalu cemas dan protektif dapat meningkatkan risiko
seseorang menderita OCD.
2)
Kelainan
pada otak.
Penelitian juga menunjukkan bahwa ada kekurangan senyawa serotonin pada otak
penderita OCD. Serotonin adalah salah satu senyawa otak yang berperan mengatur
beberapa fungsi tubuh yang meliputi suasana hati, kecemasan, ingatan, dan pola
tidur.
3)
Dampak
dari infeksi.
Menurut salah satu teori, antibodi dapat memicu reaksi tubuh terhadap bagian
otak tertentu dan bisa memicu OCD. Gejala OCD yang muncul akibat terpicu
infeksi biasanya mulai dalam waktu 7-14 hari.
D. Diagnosis OCD (Obsessive Compulsive Disorder)
Banyak penderita gangguan obsesif kompulsif (OCD) yang tidak
memeriksakan diri ke dokter karena merasa malu. Padahal penderita tidak perlu
menutupinya dapat dikurangi dengan langkah diagnosis dan penanganan yang tepat.
Gangguan ini merupakan penyakit jangka panjang (kronis) seperti halnya diabetes dan tekanan darah tinggi.Dokter
akan bertanya sekitar pikiran, perasaan, gejala, serta pola perilaku penderita
terlebih dahulu. Jika diduga positif mengidap OCD, tahap selanjutnya adalah
pemeriksaan tingkat keparahan gejala oleh dokter spesialis.
Tingkat keparahan OCD dapat dilihat dari intensitas perilaku
kompulsif, waktu yang dihabiskan untuk melakukan perilaku kompulsif atau ritual
tertentu, dan sejauh apa gangguan itu menguasai pikiran dibandingkan tindakan.
Ada tiga kategori yang dapat mengelompokkan tingkat keparahan OCD, yaitu:
1)
Terganggu dalam skala berat di mana
pikiran obsesif dan perilaku kompulsif menguasai Anda selama lebih dari tiga
jam dalam sehari.
2)
Terganggu dalam skala menengah di mana
pikiran obsesif dan perilaku kompulsif menguasai Anda selama 1-3 jam dalam
sehari.
3)
Terganggu dalam skala ringan di mana
pikiran obsesif dan perilaku kompulsif menguasai Anda selama kurang dari satu
jam dalam sehari.
E. Saran Untuk Keluarga Penderita OCD
Karena tidak ingin membuat mereka sedih atau tertekan, teman
serta keluarga penderita OCD cenderung menuruti kemauan mereka. Tetapi sikap
ini tidak tepat karena dapat memperparah perilaku obsesif kompulsif mereka.
Menentang dan menyadarkan para penderita dari perilaku janggal mereka justru
lebih berguna. Kita juga sebaiknya menganjurkan mereka untuk mencari bantuan
medis.
F. Pengobatan OCD (Obsessive Compulsive Disorder)
Dampak OCD pada rutinitas sehari-hari akan menentukan proses
pengobatan yang cocok untuk Anda. Proses pengobatan ini dilakukan secara
bertahap dan membutuhkan waktu sampai hasilnya benar-benar efektif, terkadang
lamanya hingga berbulan-bulan. Karena itu, penderita OCD serta keluarganya
dianjurkan untuk menjalani proses pengobatan dengan sabar. Langkah pengobatan
yang biasanya akan dijalani meliputi terapi perilaku untuk mengubah tingkah
laku dan mengurangi kecemasan. Selain itu juga ada obat-obatan untuk
mengendalikan gejala yang dialami.
Hambatan OCD dalam rutinitas penderita sering disebut sebagai
gangguan fungsional. Jika masih termasuk ringan, gangguan ini pada umumnya bisa
ditangani dengan terapi perilaku atau CBT saja. Tetapi jika lebih berat, terapi
CBT akan lebih ditekankan dan obat antidepresan juga bisa disertakan.Anak-anak
yang mengidap OCD umumnya akan ditangani oleh dokter dengan spesialisasi
menangani OCD pada anak-anak.
G. Terapi Pajanan dan Pencegahan Respons (Exposure and response prevention/ERP)
CBT meliputi terapi pajanan dan pencegahan respons (ERP) yang
terbukti efektif untuk menangani OCD. Dalam terapi ini, sejumlah situasi yang
menjadi pemicu kecemasan penderita akan dideteksi. Penderita akan menjalani
pajanan terhadap objek atau obsesinya dan belajar mengatasi kecemasan secara
bertahap dengan cara yang sehat.Tahap ini harus dilewati tanpa melakukan
perilaku kompulsif yang biasa muncul untuk menghilangkan kecemasan penderita.
Proses ini memang terdengar menakutkan, tapi terbukti sangat membantu.Tingkat
dan durasi kecemasan penderita biasanya cenderung berkurang seiring jumlah
latihan yang dijalaninya. Setelah berhasil menaklukkannya, penderita dapat
melanjutkan ke pemicu kecemasan yang lebih berat.
H. Penggunaan Antidepresan
Obat-obatan juga mungkin dibutuhkan untuk menangani OCD jika
penderita mengalami tingkat OCD menengah atau parah, dan jika CBT tidak cukup
efektif. Beberapa jenis obat yang biasa digunakan adalah fluoxetine,
citalopram, dan clomipramine.Fluoxetine
dan citalopram termasuk obat-obatan
penghambat pelepasan selektif serotonin (SSRI). Jenis antidepresan ini dapat
meningkatkan jumlah serotonin dalam otak dan manfaatnya akan terasa biasanya
setelah tiga bulan pemakaian. Tetapi penderita OCD tingkat menengah dan parah
setidaknya perlu mengonsumsinya selama satu tahun. Jika penderita hanya
mengalami sedikit gejala atau tidak sama sekali saat kembali diperiksa, dokter
mungkin akan mengizinkannya untuk menghentikan penggunaan.
Penderita perlu waspada karena obat ini dapat meningkatkan
kecemasannya sehingga dapat menimbulkan dorongan untuk bunuh diri atau
menyakiti diri sendiri. Segera periksakan penderita ke dokter atau rumah sakit
terdekat jika dia mengonsumsi SSRI dan mengalami dorongan-dorongan negatif
tersebut.Penderita juga sebaiknya tidak berhenti mengonsumsi SSRI tanpa
mendiskusikannya dengan dokter karena dapat menyebabkan kambuhnya gejala-gejala
OCD. Dokter akan mengurangi dosis secara bertahap sampai Anda boleh berhenti
meminumnya.Bagi penderita OCD yang tidak cocok mengonsumsi SSRI, tersedia clomipramine
yang merupakan antidepresan trisiklik (TCA). Tetapi meski terbukti efektif,
obat ini jarang dianjurkan oleh dokter karena efek sampingnya yang lebih
banyak.
TCA tidak cocok untuk orang yang memiliki tekanan darah
rendah, aritmia (detak jantung yang tidak teratur), dan pernah terkena serangan
jantung dalam waktu dekat. Orang yang berisiko terkena penyakit
kardiovaskular juga dianjurkan untuk menghindari penggunaan obat ini. Jika
memang perlu, pengguna obat ini sebaiknya menjalani tes tekanan darah dan
elektrokardiogram (EKG) secara teratur
I. KASUS
Janice berusia 25
tahun, berkulit putih yang telah dirawat di rumah sakit jiwa karena OCD.
OCD nya berupa selalu membersihkan dan mencuci kamarnya dan hampir segala
sesuatu yang berada di kamarnya. Dia takut bahwa kuman di kamarnya
akan membuat sakit dan akhirnya menyebabkan dia mati. Catatan kasus
menunjukkan bahwa bahkan sebagai seorang anak, Janice prihatin
kebersihan, suatu sifat yang dia pikir telah diperoleh dari ibunya. Adiknya
meninggal ketika dia berusia 10 tahun, dan ia percaya bahwa ia bertanggung
jawab atas kematiannya. Rupanya, ia bermain dengan adiknya dan membiarkan dia
memegang adiknya dengan tangan yang kotor untuk menghentikan tangisannya.
Bagaimanapun, ia sedang bermain di halaman dan seharusnya tidak
perlu mencuci tangan sebelum dia menyentuh adiknya. Secara bertahap, ia
menjadi terobsesi dengan kuman sebagai pembunuh dan mulai membersihkan dan
mencuci semua yang datang untuk kontak dengannya. Hal ini berlanjut selama
beberapa tahun sampai kecemasannya tentang kuman dan dia
mulai membersihkan dan mencuci secara berkala menjadi kegiatan di
kehidupan sehari-hari. Dia didiagnosis oleh dokter keluarganya mengalami
OCD dan memerlukan pengobatan Serotonin Reuptake Inhibitor (SRI). Seiring
waktu, frekuensi periode OCD menjadi lebih sering dan sulit baginya untuk
mengontrol dengan obat-obatan. Saat obat-obatan tidak begitu efektif, ia
juga menerima Adjunctive Psychology Therapy. Dia telah dirawat di rumah
sakit jiwa sebanyak empat kali dalam satu tahun terakhir. Setiap kali ia
diobati dengan obat dan CBT untuk distabilkan. Rawat inap saat ini adalah
yang kelima karena dia benar-benar suda lemah kerena OCD-nya, sejauh ini dia
tidak dapat meninggalkan kamarnya selain untuk mengurus kebersihan dirinya
karena dorongan kecemasannya yang tinggi.
J. ANALISIS
Dari
kasus di atas dapat diketahui bahwa Janice menderita atau mengalami gangguan
obsesif compulsif (sumber: PPDGJ-III) karena Janice merasa sangat khawatir dan
cemas terhadap kebersihan di sekitarnya sehingga ia harus berulang kali
membersihkan kamarnya dan dirinya agar tidak terkena kuman yang ia anggap akan
membuatnya sakit bahkan mati.
1. Disfungsi Psikologis
a) Secara
Kognitif: Janice selalu merasa cemasa akan kebersihan dirinya, kakhawatiran
yang belebih terhadap kuman-kuman yang ia rasa dapat membuatnya sakit hingga
mati. Setiap ia melakukan suatu kegiatan, ataupun ia bersentuhan dengan
orang lain, ia selalu membersihkan dirinya dan ia juga selalu membersihkan
kamarnya dan barang-barangnya.
b) Secara
Afektif: Janice selalu merasa bersalah atas kematian adiknya, ia merasa ia
bertanggungjawab atas kematian adiknya tersebut karena ia telah menyentuh
adiknya untuk mengentikannya menangis dengan tangan yang kotor sehingga ia
merasa kuman atau hal-hal yang kotor harus dihindari.
c) Secara
Psikomotor: Janice menghindari aktivitas yang menurutnya akan menyebabkan ia
menjadi kotor yang akhirnya akan mengancam kesehatan dirinya.
2. Distress
(impairment) Hendaya:
a)
Fisik: Janice melakukan aktivitas yang
lebih banyak dari biasanya yaitu ia sering melakukan bersih bersih yang akan
menyebabkan ia kelelahan dan sakit.
b)
Psikis: Janis merasa cemas saat ia
melakukan kegiatan dan aktivitas sehari-hari, karena ia khawatir akan terkena
kuman dan akan membuatnya sakit. Hal ini membuat suasanya hati dan aktivitas
sehari-hari Janice jadi tidak baik.
3. Respon Atipikal
Janice selalu merasa
cemas dengan dirinya sehingga ia selalu membersihkan benda-benda kepunyaannya,
barang-barangnya, termasuk kamarnya sendiri. dan ini membuat Janice melakukan
hal-hal yang dapat mengganggu aktivitas sehari-harinya, dalam budaya
disekitarnya hal ini adalah tidak wajar karena janis melakukan kegiatan yang
seharusnya tidak dilakukan anak seusianya.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Gangguan obsesif-kompulsif
merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan adanya pengulangan pikiran obsesif
atau kompulsif, dimana membutuhkan banyak waktu (lebih dari satu jam perhari)
dan dapat menyebabkan penderitaan (distress). Untuk menegakkan diagnosis pasti,
gejala-gejala obsesif atau tindakan komplusif, atau kedua-duanya, harus ada
hampir setiap hari selama sedikitnya 2 minggu berturut-turut.
Ada beberapa terapi
yang bisa dilakukan untuk penatalaksanaan gangguan obsesif-kompulsif antara
lain terapi farmakologi (farmakoterapi) dan terapi tingkah laku. Prognosis
pasien dinyatakan beik apabila kehidupan sosial dan pekerjaan baik, adanya
stressor dan gejala yang bersifat periodik
B. SARAN
Kami
mengharapkan makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam menambah wawasan
pengetahuannya mengenai gangguan jiwa khususnya obsesif kompulsif, saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi tercapainya
kesempurnaan makalah ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar