Rabu, 01 Juli 2015

kebutuhan oksigenasi





A.    MANAJEMEN OKSIGENASI PADA PASIEN NON ST ELEVASI MIOKARD INFARK

1.             Pengertian Non ST Elevasi Miokard Infark
Infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction / STEMI). Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri coroner (Kalim, 2001).

2.             Etiologi Non ST Elevasi Miokard Infark
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner, sehingga terjadi iskemia miokard dan dapat menyebabkan nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas pada subendokardium. Keadaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan penanda nekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang dihasilkan dari penyempitan arteri koroner disebabkan oleh thrombus non-occlusive yang telah dikembangkan pada plak aterosklerotik terganggu. Penyempitan abnormal dari arteri koroner mungkin juga menjadi penyebabnya.
a.         Faktor resiko
1)      Yang tidak dapat diubah
a)      Umur
b)      Jenis kelamin
Banyak terjadi pada pria, sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause.
c)      Riwayat penyakit
Penyakit jantung koroner pada anggota keluarga di usia muda (anggota keluarga laki-laki yang lebih muda dari usia 55 tahun atau anggota keluarga perempuan yang lebih muda dari usia 65 tahun).
d)     Hereditas
e)      Ras
Lebih cenderung terjadi pada kulit hitam.
2)      Yang dapat diubah
a)      Mayor
Hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan kalori.
b)      Minor
Inaktifitas fisik, emosional, agresif, ambisius, kompetitif, dan stress psikologis berlebihan.

b.      Faktor penyebab
1)      Thrombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penyebab paling sering adalah penurunan perfusi miokard oleh karena penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari thrombus yang ada pada plak aterosklerosis yang robek / pecah dan biasanya tidak sampai menyumbat. Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit beserta komponennya dari plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di distal, merupakan penyebab keluarnya penanda kerusakan miokard pada banyak pasien.
2)      Obstruksi dinamik
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik yang mungkin diakibatkan oleh spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium (angina prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga diakibatkan oleh konstriksi abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil.
3)      Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ketiga adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme atau thrombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner perkutan (PCI).
4)      Inflamasi dan/atau infeksi
Penyebab keempat adalah inflamasi, yang berhubungan dengan infeksi, yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak meningkatkan ekspresi enzim seperti metaloproteinase, yang dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur plak.
5)      Faktor atau keadaan pencetus
Pencetus kelima adalah akibat sekunder dari kondisi pencetus di luar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab berupa penyempitan arteri koroner yang mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard, dan mereka biasanya menderita angina stabil yang kronik. Jenis ini antara lain karena :
a)      Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi, dan tirotoksikosis.
b)      Berkurangnya aliran darah koroner
c)      Berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia dan hipoksemia.
Kelima penyebab di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan banyak terjadi tumpang tindih. Dengan kata lain tiap penderita mempunyai lebih dari satu penyebab dan saling terkait.

3.      Patofisiologi Non ST Elevasi Miokard Infark
         Non ST elevation myocardial Infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang tidak stabil.
         Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan limfosit T yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF α, dan IL-6. Selanjutnya IL-6 merangsang pengeluaran hsCRP di hati.















4.      Manifestasi Klinis Non ST Elevasi Miokard Infark
a.       Nyeri Dada
Nyeri dada yang lama yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada angina pektoris kurang dari itu. Disamping itu pada angina biasanya nyeri akan hilang dengan istirahat akan tetapi pada infark tidak. Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bisa disertai dengan keluarnya keringat dingin atau perasaan takut. Biasanya nyeri dada menjalar ke lengan kiri, bahu, leher, sampai ke epigastrium, akan tetapi pada orang tertentu nyeri yang terasa hanya sedikit. Hal tersebut biasanya terjadi pada manula, atau penderita Diabetes Mellitus berkaitan dengan neuropathy.
b.      Sesak Napas
Sesak napas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hiperventilasi. Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak napas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.
c.       Gejala Gastrointestinal
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infark inferior juga bisa menyebabkan cegukan.
d.      Gejala lain
Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari  aritmia ventrikel, dan gelisah.

5.      Pemeriksaan Penunjang Non ST Elevasi Miokard Infark
a.       Biomarker Jantung
1)      Troponin T (TnT)
Dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu komponen inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin. Memiliki sensitifitas 97% spesitifitas 99% dalam mendeteksi kerusakan sel miokard bahkan yang minimal sekalipun (mikro infark).
2)      Troponin I (TnI)
Dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi mengikat tropomiosin. Memiliki nilai normal 0,1.
b.      EKG (T Inverted dan ST Depresi)
Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T Inverted dan ST Depresi yang menunjukkan adanya iskemia pada arteri koroner. Jika terjadi iskemia, gelombang T menjadi terbalik (inversi), simetris, dan biasanya bersifat sementara (saat pasien simptomatik). Bila pada kasus ini tidak didapatkan kerusakan miokardium, sesuai dengan pemeriksaan CK-MB (creatine kinase-myoglobin) maupun troponin yang tetap normal, diagnosisnya adalah angina tidak stabil. Namun, jika inversi gelombang T menetap, biasanya didapatkan kenaikan kadar troponin, dan diagnosisnya menjadi NSTEMI. Angina tidak stabil dan NSTEMI disebabkan oleh thrombus non-oklusif, oklusi ringan (dapat mengalami reperfusi spontan), atau oklusi yang dapat dikompensasi oleh sirkulasi kolateral yang baik.
c.       Echo-Cardiografi pada pasien NSTEMI
1)      Area gangguan

2)      Fraksi ejeksi
Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke aorta. Fraksi pada prinsipnya adalah persentase dari selisih volume akhir diastolik dengan volume akhir sistolik dibagi dengan volume akhir diastolik. Nilai normal > 50%. Dan apabila < dari 50% fraksi ejeksi tidak normal.
3)      Angiografi koroner (Coronari Angiografi)
Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri koroner. Apabila pasien mengalami derajat stenosis 50% pada pasien dapat diberikan obat-obatan. Dan apabila pasien mengalami stenosis lebih dari 60% maka pada pasien harus diintervensi dengan pemasangan stent.
B.     ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NON ST ELEVASI MIOKARD INFARK

1.      Pengkajian
a.       Kualitas nyeri dada : seperti terbakar, tercekik, rasa menyesakkan napas atau seperti tertindih barang berat.
b.      Lokasi dan radiasi : retrosternal dan prekordial kiri, radiasi menurun ke lengan kiri bawah dan pipi, dagu, gigi, daerah epigastrik dan punggung.
c.       Faktor pencetus : mungkin terjadi saat istirahat atau selama kegiatan.
d.      Lamanya dan faktor-faktor yang meringankan : berlangsung lama, berakhir lebih dari 20 menit, tidak menurun dengan istirahat, perubahan posisi atau minum Nitrogliserin.
e.       Tanda dan gejala : cemas, gelisah, lemah sehubungan dengan keringatan, dispnea, pening, tanda-tanda respon vasomotor meliputi: mual, muntah, pingsan, kulit dingin dan lembab, cekukan dan stress gastronintestinal, suhu menurun.
f.       Pemeriksaan fisik : mungkin tidak ada tanda kecuali dalam tanda-tanda gagalnya ventrikel atau kardiogenik shok terjadi. BP normal, meningkat atau menurun, takipnea, mula-mula pasien reda kemudian kembali normal, suara jantung ,  galop menunjukkan disfungsi ventrikel, sistolik mur-mur, disfungsi ventrikel kiri dan perikordial friction rub, krekels pulmonar, pengeluaran urine menurun, peningkatan amplitudo vena jugularis (LV dan RV disfungsi), edema perifer, dan hati lembek.
g.      Parameter hemodinamik: penurunan PAP, PCWP, SVR, CO/CI.
h.      Aktivitas : kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola tidur menetap, jadwal olahraga tidak teratur ditandai dengan takikardi, dispnea pada istirahat atau aktivitas.
i.        Sirkulasi : riwayat infark miokard sebelumnya, penyakit arteri koroner, gejala jantung koroner masalah tekanan darah, diabetes mellitus.
j.        Makanan atau cairan : mual, kehilangan nafsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/ terbakar.
k.      Neurosensori : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun.
l.        Pernapasan : dispnea dengan atau tanpa kerja, dispnea nokturnal, batuk/ tanpa produksi sputum, riwayat  merokok, dan penyakit pernapasan kronis.

2.      Diagnosa Keperawatan
No.
Diagnosa
Tujuan
Kriteria Hasil
1
Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan terhadap sumbatan arteri ditandai dengan :
a)      Nyeri dada dengan / tanpa penyebaran
b)      Wajah meringis
c)      Gelisah
d)     Delirium
e)      Perubahan nadi, tekanan darah
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan di RS.
a)    Nyeri dada berkurang
b)   Ekspresi wajah rileks, tenang/ tidak tegang.
c)    Tidak gelisah
d)   Nadi 60-100 x/menit
e)    TD 120/80 mmHg
2
Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor - faktor listrik, serta penurunan karakteristik miokard.
Curah jantung membaik/ stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan di RS.
a)     Tidak ada edema
b)    Tidak ada disritmia
c)     Haluaran urine normal
d)    TTV dalam batas normal
3
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemik, kerusakan otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria ditandai dengan :
a)      Daerah perifer dingin
b)      EKG elevasi segmen ST dan Q patologis pada lead tertentu
c)      RR lebih dari 24x/menit
d)     Kapiler refill lebih dari 3 detik
e)      Nyeri dada
f)       Gambaran foto torak terdapat pembesarann jantung dan kongestif paru (tidak selalu)
g)      HR lebih dari 100x/menit, TD lebih dari 120/80 mmHg, AGD dengan : pa O2 < 80  mmHg, pa CO2 > 45  mmHg, dan saturasi < 80 mmHg.
h)      Nadi lebih dari 100 x/menit
i)        Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL
Perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan tindakan perawatan di RS.
a)     Daerah perifer hangat
b)    Gambaran EKG tidak menunjukkan perluasan infark
c)     RR 16 – 24 x/menit
d)    Tidak terdapat clubbing finger
e)     Kapiler refill 3-5 detik
f)     TD 120/80 mmHg
4
Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium/ retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan perawatan di RS.
a)     Tekanan darah dalam batas normal
b)    Tidak ada distensi  vena perifer / vena dan edema dependen.
c)     Paru bersih
d)    Berat badan ideal
5
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru-paru, perubahan membran alveolar-kapiler (atelektasis, kolaps jalan napas/ alveolar edema paru / efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif) ditandai dengan :
a)      Dispnea berat
b)      Gelisah
c)      Sianosis
d)     Perubahan GDA
e)      Hipoksemia
Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 < 80 mmHg, pa CO2 > 45 mmHg, dan saturasi < 80 mmHg) setelah dilakukan tindakan perawatan di RS.
a)     Tidak sesak napas
b)    Tidak gelisah
c)     GDA dalam batas normal
6
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan, adanya iskemia/ nekrosis jaringan miokard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, dan kelemahan umum.
Terjadinya peningkatan toleransi pada pasien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan selama di RS.
a)     Pasien berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan pasien
b)    Frekuensi jantung 60-100 x/menit
c)     TD 120/80 mmHg.

7
Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologi.
Cemas hilang / berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan di RS.
a)     Pasien tampak rileks
b)    Pasien tampak beristirahat
c)     TTV dalam batas normal

8
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang fungsi jantung / implikasi penyakit jantung dan status kesehatan yang datang. Kebutuhan perubahan pola hidup ditandai dengan pernyataan masalah, kesalahan konsep, pertanyaan dan terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.
Pengetahuan pasien tentang kondisi penyakitnya menguat setelah diberi pendidikan kesehatan selama di RS.
a)     Menyatakan pemahaman tentang penyakit jantung, rencana pengobatan, tujuan pengobatan, dan efek samping / reaksi merugikan.
b)    Menyebutkan gangguan yang memerlukan perhatian cepat.




3.      Intervensi
Diagnosa
Intervensi
1
a)     Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada tersebut.
b)    Anjurkan pada pasien untuk menghentikan aktivitas selama ada serangan dan istirahat.
c)     Bantu pasien melakukan teknik relaksasi, misalnya : napas dalam, perilaku distraksi, visualisasi atau bimbingan imajinasi.
d)    Pertahankan oksigen dengan nasal kanul, contohnya 2-4 L/menit.
e)     Monitor tanda-tanda vital (nadi dan tekanan darah) tiap dua jam.
f)     Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgesik.
2
Pertahankan tirah baring selama fase akut
a)     Kaji dan laporkan adanya tanda penurunan COP, TD
b)    Monitor haluaran urine
c)     Kaji dan pantau TTV tiap jam
d)    Kaji dan pantau EKG tiap hari
e)     Auskultasi pernapasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi
f)     Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai kebutuhan
g)    Hindari valsava manuver, mengejan (gunakan laxsan)
h)    Berikan obat-obatan lausatif (pelunak feses).
3
a)     Monitor frekuensi dan irama jantung
b)    Observasi perubahan status mental
c)     Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa
d)    Kolaborasi : berikan cairan IV I sesuai indikasi
e)     Pantau pemeriksaan diagnostik dan laboratorium, misalnya EKG, elektrolit, GDA (Pa O2, Pa CO2, dan saturasi O2). Dan pemberian oksigen.
4
a)    Ukur masukan / haluaran, catat penurunan, pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung keseimbangan jaringan.
b)   Observasi adanya oedema dependen.
c)    Timbang BB tiap hari
d)   Pertahankan masukan total cairan 2000 ml / 24 jam dalam toleransi  kardiovaskuler
e)    Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan diuretik.
5
a)     Catat frekuensi dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot bantu pernapasan
b)    Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak adanya bunyi napas dan adanya bunyi tambahan, misalnya krakels, ronki, dan lain-lain.
c)     Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan napas misalnya batuk, penghisapan lendir dan lain-lain.
d)    Tinggikan kepala atau tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien.
e)     Kaji toleransi aktivitas, misalnya keluhan kelemahan / kelelahan selama kerja atau tanda vital berubah.
6
a)     Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah aktivitas.
b)    Tingkatkan istirahat ( di tempat tidur)
c)     Batasi aktivitas pada dasar nyeri dan berikan aktivitas sensori yang tidak berat.
d)    Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas, contoh bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama 1 jam setelah makan.
e)     Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukkan tidak toleran terhadap aktifitas atau memerlukan pelaporan ke dokter.
7
a)     Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas
b)    Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
c)     Ajarkan teknik relaksasi
d)    Minimalkan rangsang yang membuat stress
e)     Diskusikan dan orientasikan pasien dengan lingkungan dan peralatan
f)     Berikan sentuhan pada pasien dan ajak pasien berbincang-bincang dengan suasana tenang
g)    Berikan support mental
h)    Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi.
8
a)     Berikan informasi dalam bentuk belajar yang bervariasi, contoh : buku, program audio/visual, tanya jawab, dan lain-lain.
b)    Beri penjelasan faktor resiko, diet (rendah lemak dan rendah garam) dan aktifitas yang berlebihan.
c)     Peringatan untuk menghindari aktivitas manuver valsava
d)    Latih pasien sehubungan dengan aktivitas yang bertahap, contoh: jalan, kerja, rekreasi, dan lain-lain.

4.      Evaluasi
a)      Nyeri yang dirasakan pasien sudah berkurang
b)      Mual dan muntah yang dialami pasien sudah berkurang
c)      Pernapasan sudah mulai normal (sesak napas hilang)
d)     Kapillary refill
e)      TTV sudah stabil
f)       Kecemasan sudah berkurang
g)      Sebagian aktifitas sudah mampu dilakukan sendiri


A.    KESIMPULAN
1.      Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri coroner.
2.      NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau proses vasokonstrikai koroner, sehingga terjadi eskemia miokard dan dapat menyebabkan nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas pada subendokardium. Keadaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan penanda nekrosis. Etiologi pada Non ST Elevasi Miokard Infark mempunyai factor risiko (yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah), dan factor penyebab (thrombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada, obstruktif dinamik, obstruktif mekanik. Inflamasi atau infeksi dan factor keadaan pencetus.
3.      Asuhan keperawatan pada Non ST Elevasi Miokard Infark mencakup pengkajian, di mana pengkajian ini hal yang pertama kali dilakukan untuk menindaklanjuti kasus yang lain, dimana perawat mengkaji kulit pasien, mengkaji pernafasan pasien, dan kaji hal yang penting yang menyangkut penyakit pasien tersebut. Setelah melakukan pengkajian, maka seorang perawat baru bisa mengetahui diagnosa sebelum melakukan tindakan yang selanjutnya, setelah perawat mendiagnosa, maka perawat memberikan intervensi yang sesuai penyakit yang diderita, setelah selesai melakukan asuhan keperawatan maka perawat mengevaluasi dari hasil yang diperoleh bahwa si pasien telah merasakan nyaman dan penyakit pasien sembuh.

  1. SARAN
Hendaknya Mahasiswa keperawatan mempelajari dengan sungguh-sungguh mengenai Kebutuhan Oksigenasi dan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan pemasangan oksigen pada pasiennya, agar mempermudah mahasiswa keperawatan pada saat mempraktikkannya dengan pasien dan terhindar dari malpraktik saat pemasangan oksigen.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar