A.
MANAJEMEN
OKSIGENASI PADA PASIEN NON ST ELEVASI MIOKARD INFARK
1.
Pengertian
Non ST Elevasi Miokard Infark
Infark
miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation
myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark
miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction / STEMI).
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang disebabkan
oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak
ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non
STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh
lumen arteri coroner (Kalim, 2001).
2.
Etiologi
Non ST Elevasi Miokard Infark
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai
oksigen dan peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh
obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau proses vasokonstriksi
koroner, sehingga terjadi iskemia miokard dan dapat menyebabkan nekrosis
jaringan miokard dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas pada
subendokardium. Keadaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi segmen ST, namun
menyebabkan pelepasan penanda nekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan
perfusi miokard yang dihasilkan dari penyempitan arteri koroner disebabkan oleh
thrombus non-occlusive yang telah dikembangkan pada plak aterosklerotik
terganggu. Penyempitan abnormal dari arteri koroner mungkin juga menjadi
penyebabnya.
a.
Faktor resiko
1) Yang
tidak dapat diubah
a) Umur
b) Jenis
kelamin
Banyak terjadi pada
pria, sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause.
c) Riwayat
penyakit
Penyakit jantung
koroner pada anggota keluarga di usia muda (anggota keluarga laki-laki yang
lebih muda dari usia 55 tahun atau anggota keluarga perempuan yang lebih muda
dari usia 65 tahun).
d) Hereditas
e) Ras
Lebih cenderung terjadi
pada kulit hitam.
2) Yang
dapat diubah
a) Mayor
Hiperlipidemia,
hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan kalori.
b) Minor
Inaktifitas fisik,
emosional, agresif, ambisius, kompetitif, dan stress psikologis berlebihan.
b. Faktor
penyebab
1) Thrombus
tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penyebab paling sering
adalah penurunan perfusi miokard oleh karena penyempitan arteri koroner sebagai
akibat dari thrombus yang ada pada plak aterosklerosis yang robek / pecah dan
biasanya tidak sampai menyumbat. Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi
trombosit beserta komponennya dari plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark
kecil di distal, merupakan penyebab keluarnya penanda kerusakan miokard pada
banyak pasien.
2) Obstruksi
dinamik
Penyebab yang agak
jarang adalah obstruksi dinamik yang mungkin diakibatkan oleh spasme fokal yang
terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium (angina prinzmetal). Spasme
ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau
akibat disfungsi endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga diakibatkan oleh
konstriksi abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil.
3) Obstruksi
mekanik yang progresif
Penyebab ketiga adalah
penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme atau thrombus. Hal ini terjadi
pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang
setelah intervensi koroner perkutan (PCI).
4) Inflamasi
dan/atau infeksi
Penyebab keempat adalah
inflamasi, yang berhubungan dengan infeksi, yang mungkin menyebabkan
penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan
limfosit-T di dinding plak meningkatkan ekspresi enzim seperti
metaloproteinase, yang dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur plak.
5) Faktor
atau keadaan pencetus
Pencetus kelima adalah
akibat sekunder dari kondisi pencetus di luar arteri koroner. Pada pasien ini
ada penyebab berupa penyempitan arteri koroner yang mengakibatkan terbatasnya
perfusi miokard, dan mereka biasanya menderita angina stabil yang kronik. Jenis
ini antara lain karena :
a) Peningkatan
kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi, dan tirotoksikosis.
b) Berkurangnya
aliran darah koroner
c) Berkurangnya
pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia dan hipoksemia.
Kelima penyebab di atas tidak sepenuhnya
berdiri sendiri dan banyak terjadi tumpang tindih. Dengan kata lain tiap
penderita mempunyai lebih dari satu penyebab dan saling terkait.
3.
Patofisiologi
Non ST Elevasi Miokard Infark
Non
ST elevation myocardial Infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI
terjadi karena trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosis
akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang tidak stabil.
Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai
inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang
tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung
ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak
jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan limfosit
T yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin
proinflamasi seperti TNF α, dan IL-6. Selanjutnya IL-6 merangsang pengeluaran
hsCRP di hati.
4.
Manifestasi
Klinis Non ST
Elevasi Miokard Infark
a. Nyeri
Dada
Nyeri dada yang lama
yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada angina pektoris kurang dari itu.
Disamping itu pada angina biasanya nyeri akan hilang dengan istirahat akan
tetapi pada infark tidak. Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bisa disertai
dengan keluarnya keringat dingin atau perasaan takut. Biasanya nyeri dada
menjalar ke lengan kiri, bahu, leher, sampai ke epigastrium, akan tetapi pada
orang tertentu nyeri yang terasa hanya sedikit. Hal tersebut biasanya terjadi
pada manula, atau penderita Diabetes Mellitus berkaitan dengan neuropathy.
b. Sesak
Napas
Sesak napas bisa
disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolik ventrikel kiri,
disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hiperventilasi. Pada infark yang
tanpa gejala nyeri, sesak napas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri
yang bermakna.
c. Gejala
Gastrointestinal
Peningkatan aktivitas
vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya lebih sering pada infark
inferior, dan stimulasi diafragma pada infark inferior juga bisa menyebabkan
cegukan.
d. Gejala
lain
Termasuk palpitasi,
rasa pusing, atau sinkop dari aritmia
ventrikel, dan gelisah.
5.
Pemeriksaan
Penunjang Non ST
Elevasi Miokard Infark
a. Biomarker
Jantung
1) Troponin
T (TnT)
Dengan berat molekul
24.000 dalton, suatu komponen inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin.
Memiliki sensitifitas 97% spesitifitas 99% dalam mendeteksi kerusakan sel miokard
bahkan yang minimal sekalipun (mikro infark).
2) Troponin
I (TnI)
Dengan berat molekul
37.000 dalton yang berfungsi mengikat tropomiosin. Memiliki nilai normal 0,1.
b. EKG
(T Inverted dan ST Depresi)
Pada
pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T Inverted dan ST Depresi yang
menunjukkan adanya iskemia pada arteri koroner. Jika terjadi iskemia, gelombang
T menjadi terbalik (inversi), simetris, dan biasanya bersifat sementara (saat
pasien simptomatik). Bila pada kasus ini tidak didapatkan kerusakan miokardium,
sesuai dengan pemeriksaan CK-MB (creatine kinase-myoglobin) maupun troponin
yang tetap normal, diagnosisnya adalah angina tidak stabil. Namun, jika inversi
gelombang T menetap, biasanya didapatkan kenaikan kadar troponin, dan
diagnosisnya menjadi NSTEMI. Angina tidak stabil dan NSTEMI disebabkan oleh
thrombus non-oklusif, oklusi ringan (dapat mengalami reperfusi spontan), atau
oklusi yang dapat dikompensasi oleh sirkulasi kolateral yang baik.
c. Echo-Cardiografi
pada pasien NSTEMI
1) Area
gangguan
2) Fraksi
ejeksi
Fraksi
ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke aorta. Fraksi pada
prinsipnya adalah persentase dari selisih volume akhir diastolik dengan volume
akhir sistolik dibagi dengan volume akhir diastolik. Nilai normal > 50%. Dan
apabila < dari 50% fraksi ejeksi tidak normal.
3) Angiografi
koroner (Coronari Angiografi)
Untuk
menentukan derajat stenosis pada arteri koroner. Apabila pasien mengalami
derajat stenosis 50% pada pasien dapat diberikan obat-obatan. Dan apabila
pasien mengalami stenosis lebih dari 60% maka pada pasien harus diintervensi
dengan pemasangan stent.
B.
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN NON ST ELEVASI MIOKARD INFARK
1.
Pengkajian
a. Kualitas
nyeri dada : seperti terbakar, tercekik, rasa menyesakkan napas atau seperti
tertindih barang berat.
b. Lokasi
dan radiasi : retrosternal dan prekordial kiri, radiasi menurun ke lengan kiri
bawah dan pipi, dagu, gigi, daerah epigastrik dan punggung.
c. Faktor
pencetus : mungkin terjadi saat istirahat atau selama kegiatan.
d. Lamanya
dan faktor-faktor yang meringankan : berlangsung lama, berakhir lebih dari 20
menit, tidak menurun dengan istirahat, perubahan posisi atau minum
Nitrogliserin.
e. Tanda
dan gejala : cemas, gelisah, lemah sehubungan dengan keringatan, dispnea,
pening, tanda-tanda respon vasomotor meliputi: mual, muntah, pingsan, kulit
dingin dan lembab, cekukan dan stress gastronintestinal, suhu menurun.
f. Pemeriksaan
fisik : mungkin tidak ada tanda kecuali dalam tanda-tanda gagalnya ventrikel
atau kardiogenik shok terjadi. BP normal, meningkat atau menurun, takipnea,
mula-mula pasien reda kemudian kembali normal, suara jantung , galop menunjukkan disfungsi ventrikel,
sistolik mur-mur, disfungsi ventrikel kiri dan perikordial friction rub,
krekels pulmonar, pengeluaran urine menurun, peningkatan amplitudo vena
jugularis (LV dan RV disfungsi), edema perifer, dan hati lembek.
g. Parameter
hemodinamik: penurunan PAP, PCWP, SVR, CO/CI.
h. Aktivitas
: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola tidur menetap, jadwal olahraga
tidak teratur ditandai dengan takikardi, dispnea pada istirahat atau aktivitas.
i.
Sirkulasi : riwayat infark miokard
sebelumnya, penyakit arteri koroner, gejala jantung koroner masalah tekanan
darah, diabetes mellitus.
j.
Makanan atau cairan : mual, kehilangan
nafsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/ terbakar.
k. Neurosensori
: pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun.
l.
Pernapasan : dispnea dengan atau tanpa
kerja, dispnea nokturnal, batuk/ tanpa produksi sputum, riwayat merokok, dan penyakit pernapasan kronis.
2.
Diagnosa
Keperawatan
No.
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Kriteria
Hasil
|
1
|
Nyeri
berhubungan dengan iskemia jaringan terhadap sumbatan arteri ditandai dengan
:
a)
Nyeri dada dengan / tanpa
penyebaran
b)
Wajah meringis
c)
Gelisah
d)
Delirium
e)
Perubahan nadi, tekanan darah
|
Nyeri
berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan di RS.
|
a) Nyeri
dada berkurang
b) Ekspresi
wajah rileks, tenang/ tidak tegang.
c) Tidak
gelisah
d) Nadi
60-100 x/menit
e) TD
120/80 mmHg
|
2
|
Resiko
penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor - faktor listrik,
serta penurunan karakteristik miokard.
|
Curah
jantung membaik/ stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan di RS.
|
a) Tidak
ada edema
b) Tidak
ada disritmia
c) Haluaran
urine normal
d) TTV
dalam batas normal
|
3
|
Gangguan
perfusi jaringan berhubungan dengan iskemik, kerusakan otot jantung,
penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria ditandai dengan :
a)
Daerah perifer dingin
b)
EKG elevasi segmen ST dan Q
patologis pada lead tertentu
c)
RR lebih dari 24x/menit
d)
Kapiler refill lebih dari 3 detik
e)
Nyeri dada
f)
Gambaran foto torak terdapat
pembesarann jantung dan kongestif paru (tidak selalu)
g)
HR lebih dari 100x/menit, TD
lebih dari 120/80 mmHg, AGD dengan : pa O2 < 80 mmHg, pa CO2 > 45 mmHg, dan saturasi < 80 mmHg.
h)
Nadi lebih dari 100 x/menit
i)
Terjadi peningkatan enzim jantung
yaitu CK, AST, LDL/HDL
|
Perfusi
jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan tindakan perawatan di RS.
|
a) Daerah
perifer hangat
b) Gambaran
EKG tidak menunjukkan perluasan infark
c) RR
16 – 24 x/menit
d) Tidak
terdapat clubbing finger
e) Kapiler
refill 3-5 detik
f) TD
120/80 mmHg
|
4
|
Resiko
kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi
ginjal, peningkatan natrium/ retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik,
penurunan protein plasma.
|
Keseimbangan
volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan perawatan di RS.
|
a) Tekanan
darah dalam batas normal
b) Tidak
ada distensi vena perifer / vena dan
edema dependen.
c) Paru
bersih
d) Berat
badan ideal
|
5
|
Kerusakan
pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau
kegagalan utama paru-paru, perubahan membran alveolar-kapiler (atelektasis,
kolaps jalan napas/ alveolar edema paru / efusi, sekresi berlebihan / perdarahan
aktif) ditandai dengan :
a)
Dispnea berat
b)
Gelisah
c)
Sianosis
d)
Perubahan GDA
e)
Hipoksemia
|
Oksigenasi
dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 < 80 mmHg, pa CO2 > 45 mmHg, dan
saturasi < 80 mmHg) setelah dilakukan tindakan perawatan di RS.
|
a) Tidak
sesak napas
b) Tidak
gelisah
c) GDA
dalam batas normal
|
6
|
Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard
dan kebutuhan, adanya iskemia/ nekrosis jaringan miokard ditandai dengan
gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya
disritmia, dan kelemahan umum.
|
Terjadinya
peningkatan toleransi pada pasien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan
selama di RS.
|
a) Pasien
berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan pasien
b) Frekuensi
jantung 60-100 x/menit
c) TD
120/80 mmHg.
|
7
|
Cemas
berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologi.
|
Cemas
hilang / berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan di RS.
|
a) Pasien
tampak rileks
b) Pasien
tampak beristirahat
c) TTV
dalam batas normal
|
8
|
Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang fungsi jantung /
implikasi penyakit jantung dan status kesehatan yang datang. Kebutuhan
perubahan pola hidup ditandai dengan pernyataan masalah, kesalahan konsep,
pertanyaan dan terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.
|
Pengetahuan
pasien tentang kondisi penyakitnya menguat setelah diberi pendidikan
kesehatan selama di RS.
|
a) Menyatakan
pemahaman tentang penyakit jantung, rencana pengobatan, tujuan pengobatan,
dan efek samping / reaksi merugikan.
b) Menyebutkan
gangguan yang memerlukan perhatian cepat.
|
3.
Intervensi
Diagnosa
|
Intervensi
|
1
|
a) Observasi
karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada tersebut.
b) Anjurkan
pada pasien untuk menghentikan aktivitas selama ada serangan dan istirahat.
c) Bantu
pasien melakukan teknik relaksasi, misalnya : napas dalam, perilaku
distraksi, visualisasi atau bimbingan imajinasi.
d) Pertahankan
oksigen dengan nasal kanul, contohnya 2-4 L/menit.
e) Monitor
tanda-tanda vital (nadi dan tekanan darah) tiap dua jam.
f) Kolaborasi
dengan tim kesehatan dalam pemberian analgesik.
|
2
|
Pertahankan tirah baring selama fase
akut
a) Kaji
dan laporkan adanya tanda penurunan COP, TD
b) Monitor
haluaran urine
c) Kaji
dan pantau TTV tiap jam
d) Kaji
dan pantau EKG tiap hari
e) Auskultasi
pernapasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi
f) Pertahankan
cairan parenteral dan obat-obatan sesuai kebutuhan
g) Hindari
valsava manuver, mengejan (gunakan laxsan)
h) Berikan
obat-obatan lausatif (pelunak feses).
|
3
|
a) Monitor
frekuensi dan irama jantung
b) Observasi
perubahan status mental
c) Observasi
warna dan suhu kulit / membran mukosa
d) Kolaborasi
: berikan cairan IV I sesuai indikasi
e) Pantau
pemeriksaan diagnostik dan laboratorium, misalnya EKG, elektrolit, GDA (Pa
O2, Pa CO2, dan saturasi O2). Dan pemberian oksigen.
|
4
|
a) Ukur
masukan / haluaran, catat penurunan, pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung
keseimbangan jaringan.
b) Observasi
adanya oedema dependen.
c) Timbang
BB tiap hari
d) Pertahankan
masukan total cairan 2000 ml / 24 jam dalam toleransi kardiovaskuler
e) Kolaborasi
: pemberian diet rendah natrium, berikan diuretik.
|
5
|
a) Catat
frekuensi dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot bantu pernapasan
b) Auskultasi
paru untuk mengetahui penurunan / tidak adanya bunyi napas dan adanya bunyi
tambahan, misalnya krakels, ronki, dan lain-lain.
c) Lakukan
tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan napas misalnya batuk,
penghisapan lendir dan lain-lain.
d) Tinggikan
kepala atau tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien.
e) Kaji
toleransi aktivitas, misalnya keluhan kelemahan / kelelahan selama kerja atau
tanda vital berubah.
|
6
|
a) Catat
frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah aktivitas.
b) Tingkatkan
istirahat ( di tempat tidur)
c) Batasi
aktivitas pada dasar nyeri dan berikan aktivitas sensori yang tidak berat.
d) Jelaskan
pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas, contoh bangun dari kursi
bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama 1 jam setelah makan.
e) Kaji
ulang tanda gangguan yang menunjukkan tidak toleran terhadap aktifitas atau
memerlukan pelaporan ke dokter.
|
7
|
a) Kaji
tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas
b) Ciptakan
lingkungan yang tenang dan nyaman
c) Ajarkan
teknik relaksasi
d) Minimalkan
rangsang yang membuat stress
e) Diskusikan
dan orientasikan pasien dengan lingkungan dan peralatan
f) Berikan
sentuhan pada pasien dan ajak pasien berbincang-bincang dengan suasana tenang
g) Berikan
support mental
h) Kolaborasi
pemberian sedatif sesuai indikasi.
|
8
|
a) Berikan
informasi dalam bentuk belajar yang bervariasi, contoh : buku, program
audio/visual, tanya jawab, dan lain-lain.
b) Beri
penjelasan faktor resiko, diet (rendah lemak dan rendah garam) dan aktifitas
yang berlebihan.
c) Peringatan
untuk menghindari aktivitas manuver valsava
d) Latih
pasien sehubungan dengan aktivitas yang bertahap, contoh: jalan, kerja,
rekreasi, dan lain-lain.
|
4.
Evaluasi
a) Nyeri
yang dirasakan pasien sudah berkurang
b) Mual
dan muntah yang dialami pasien sudah berkurang
c) Pernapasan
sudah mulai normal (sesak napas hilang)
d) Kapillary
refill
e) TTV
sudah stabil
f) Kecemasan
sudah berkurang
g) Sebagian
aktifitas sudah mampu dilakukan sendiri