I. Fisiologi Otot Kerangka
Menurut Drs. H. Syaifuddin, AMK
(dalam buku Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan, 2006 p.106-119) Sel
otot dapat dirangsang secara kimia, listrik dan mekanik untuk menimbulkan suatu
potensial aksi yang dihantarkan sepanjang membrane sel. Sel ini mengandung
protein kontraktil dan mempunyai mekanisme yang diaktifasi oleh potensial aksi.
Kira-kira 40% dari seluruh tubuh terdiri dari otot rangka, dan mungkin 10%
lainnya berupa otot polos dan otot jantung. Beberapa prinsip dasar yang sama
mengenai kontraksi dapat diterapkan pada semua jenis otot yang berbeda ini
(Guyton & Hall, 2007 p.74).
Sifat-sifat khusus otot adalah mudah
terangsang (irritability), mudah berkontraksi (contractility),
dapat melebar (extensibility), dapat diregang (elasticity) dan
mempunyai irama kontraksi (otot jantung).
A. Susunan otot kerangka
Otot kerangka terdiri dari serabut otot
tersendiri yang merupakan kompleks bangunan susunan saraf. Tiap serabut otot
merupakan suatu sel tunggal, multinuklear, panjang dan silindris. Serabut otot
dibentuk dari fibril yang dibagi ke filamen tersendiri dan dibentuk dari protein
kontraktil.
Gambar 2.1 Organisasi otot rangka, dari yang besar sampai
ketingkat molekul. F,G,H dan I adalah penampang melintang pada tingkat yang
ditunjukkan (Digambar oleh Sylvia Colard Keene. Dimodifikasi dari Fawcett DW :
Bloom dan Fawcet : A Textbook of Histology. Philadelphia: W. B Sauders,1998)
Sumber : Guyton & Hall (2007 p.75)
1. Serat otot rangka
Semua otot rangka dibentuk oleh sejumlah
serat yang diameternya berkisar 10-80 mikrometer. Masing-masing serat ini
terbuat dari rangkain subunit yang lebih kecil. Sebagian besar dari otot
serat-seratnya membentang disepanjang otot.
Gambar 2.2 Filamen aktin, yang terdiri atas dua untai heliks
F aktin dan dua untai molekul tropomiosin yang cocok berada dalam lekukan antar
untaian aktin. Terlekat pada salah satu ujung setiap molekul tropomiosin adalah
kompleks troponin yang mengawali kontraksi.
Sumber : Guyton & Hall (2007 p.78)
2. Sarkolema
Membran sel dari serat otot terdiri dari
membrane sel yang disebut plasma, yaitu lapisan tipin bahan polisakarida yang
mengandung sejumlah serat kolagen tipis. Pada ujung serat otot lapisan
sarkolema ini bersatu dengan serat tendo dan berkumpul menjadi berkas untuk
membenruk tendo yang menyisip pada tulang.
3. Miofibril
Setiap serat otot mengandung beberapa
ratus sampai beberapa ribu miofibril. Setiap miofibril terletak berdampingan,
memiliki 1500 filamen miosin dan 3000 filamen aktin yang merupakan molekul
protein polimer besar yang bertanggung jawab untuk kontraksi otot. Filamen
miosin dan aktin sebagian besar saling bertautan sehingga menyebabkan myofibril
memiliki pita terang dan gelap yang selang seling.
4. Sarkoplasma
Miofibril yang terpendam dalam serat otot
terdiri dari unsur-unsur intraselular. Cairan sarkoplasma mengandung kalium,
fosfat dan enzim protein dalam jumlah besar. Miofibril berkontraksi membutuhkan
sejumlah besar adesonin trifosfat (ATP) yang dibentuk oleh mitokondria.
5. Retikulum sarkoplasmik
Di dalam sarkolema terdapat reticulum
endoplasma yang dalam serat otot disebut reticulum sarkolema yang mempunyai
susunan khusus dalam pengaturan kontraksi otot. Semakin cepat kontraksi suatu
otot semakin banyak reticulum sarkolema.
B. Sifat listrik otot kerangka
Kejadian listrik dan aliran ion dalam otot kerangka yang
mendasarinya sama dengan yang ada dalam saraf. Potensi membrane istirahat 90
mv. Potensial aksi berlangsung 2-4 m/det dan dihantarkan sepanjang serabut otot
sekitar 5m/det. Masa refrakter absolut selama 1-3 m/det dan polarisasi
(gelombang listrik) susulan relatif memanjang. Walaupun sifat listrik serabut
sendiri didalam otot tidak cukup berbeda untuk menghasilkan sesuatu yang
menyerupai potensial aksi gabungan, namun ada perbedaan ringan dalam ambang
berbagai serabut.
1. Respons kontraktil
Walaupun suatu respons normal tidak
terjadi tanpa yang lain namun sifat fisiologinya berbeda, depolarisasi (proses
netralisasi keadaan polar/kutub) membrane serabut otot normalnya dimulai pada
lempeng akhir motorik, struktur ujung saraf motorik potensial aksi hantaran
sepanjang serabut otot melalui respons kontraktil.
Tabel 2.1 Distribusi ion pada otot rangka mamalia.
Konsentrasi
(mmol/L)
|
|||
Ion a
|
Cairan
Intrasel
|
Cairan
eksternal
|
Potensial
ekuilibrium (mV)
|
Na+
K+
H+
Cl-
HCO3-
A-
|
12
155
13
X 10 -5
3.8
8
155
|
145
4
3.8
X 10 -5
120
27
0
|
+65
-95
-32
-90
-32
.
. .
|
Potensial membran = -90mV
|
Sumber : Ruch TC, Patton HD (editors) : Physiology and
Biophysics, 19th ed. WB Saunders,1965 (dalam buku Fisiologi
kedokteran Ganong, F. 2008 p.71)
2. Potensial aksi otot
Potensial aksi dalam saraf dapat
diterapkan pada serat otot rangka. Serat otot rangka demikian besarnya sehingga
potensial aksi sepanjang membrane permukaannya hamper tidak menimbulkan aliran
di dalam serat.
Untuk menimbulkan kontraksi, arus listrik
ini harus menembus di sekitar myofibril yang terpisah penyebarannya sepanjang
tubulus transversa (tubulus T) yang menembus seluruh jalan melalui srat otot
dari satu sisi ke sisi lain. Hal ini menyebabkan reticulum sarkolemik segera melepaskan
ion-ion kalsiumkesekitar myofibril dan ion kalsium ini menimbulkan kontraksi.
3. Mekanisme umum kontraksi otot
Timbul dan berakhirnya kontraksi otot
terjadi dalam urutan sebagai berikut :
a. Potensial aksi berjalan sepanjang
sebuah saraf motorik sampai ke ujung serat saraf.
b. Setiap ujung saraf menyekresi substansi neurotransmitter
yaitu asetilkolin dalam jumlah sedikit.
c. Asetilkolin bekerja untuk area
setempat pada membrane serat otot guna membuka saluran asetilkolin melalui
molekul-molekul protein dalam membrane serat otot.
d. Terbukanya saluran asetilkolin memungkinkan sejumlah besar
ion natrium mengalir ke bagian dalam membrane serat otot pada titik terminal
saraf. Peristiwa ini menimbulkan potensial aksi serat saraf.
e. Potensial aksi berjalan sepanjang
membrane saraf oto dengan cara yang sama seperti potensial aksi berjalan
sepanjang membran saraf.
f. Potensial aksi akan menimbulkan
depolarisasi membrane serat otot, berjalan dalam serat otot ketika potensial
aksi menyebabkan reticulum sarkolema melepas sejumlah ion kalsium, yang
disimpan dalam retikulum kedalam moofibril
g. Ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara filamen
aktin dan myosin yang menyebabkan bergerak bersama-sama menghasilkan kontraksi.
h. Setelah kurang dari satu detik kalsium dipompakan kembali
kedalam reticulum sarkoplasma tempat ion-ion disimpan sampai potensial aksi
otot yang baru lagi.
4. Kedutan otot
Potensial aksi tunggal menyebabkan
kontraksi singkat yang diikuti oleh relaksasi, respons ini dinamakan kedutan
otot. kedutan otot dimulai sekitar 2 mikrometer/detik setelah memulai
depolarisasi membran.
Serabut otot cepat terutama berhubungan
dengan gerakan halus. serabut otot lambat terutama terlihat dengan gerakan yang
kuat, kasar dan terus menerus mempunyai kedutan berlangsung sampai 100
mikrometer/detik. Lama kontraksi ini disesuaikan dengan fungsi masing-masing
otot, pergerakan mata harus sangat cepat supaya dapat mempertahankan fiksasi
mata pada objek-objek spesifik.
5. Mekanisme molekular kontraksi otot
Pada keadaan relaksasi ujung-ujung
filament aktin berasal dari dua lempeng saling tumpang tindih satu sama
lainnya. Pada waktu yang bersamaan menjadi lebih dekat dengan filament myosin,
tumpang tindih satu sama lain secara meluas. Lempeng ini ditarik oleh filament
sampai ke ujung miosin.
Selama kontraksi kuat, filamet aktin
dapat ditarik bersama-sama, begitu eratnya sehingga ujung filament myosin
melekuk. Kontraksi otot terjadi karena mekanisme pergeseran filament.
Kekuatan mekanisme dibentuk oleh
interaksi jembatan penyeberangan dari filament myosin dengan filament aktin.
Bil;a sebuah potensial aksi berjalan keseluruh membrane serat otot akan
menyebabkan reticulum sakroplasmik melepaskan ion kalsium dan jumlah besar yang
dengan cepat menembus miofibril.
Gambar 2.3 Mekanisme “berjalan-bersama” (walk-along) untuk
kontraksi otot.
Sumber : Guyton & Hall (2007 p.79)
Tabel 2.2 Urutan peristiwa yang terjadi pada kontraksi dan
relaksasi otot rangka
Tahap-tahap
kontraksi
1. Pelepasan muatan oleh neuron
motorik.
2. Pelepasan transmitter (asetikolin)
di end-plate motorik.
3. Pengikatan asetikolin ke reseptor
asetikolin nikotinik.
4. Peningkatan konduktansi Na+ dan
K+ di membran end-plate.
5. Pembentukan potensial end-plate.
6. Pembentukan potensial aksi di
serabut-serabut otot.
7. Penyebaran depolarisasi kedalam
disepanjang tubulus T.
8. Pelepasan Ca2+ dari
sisterna terminalis reticulum sarkoplasma serta difusi Ca2+ ke
filamen tebal dan filament tipis.
9. Pengikatan Ca2+ ke
tropoin C, sehingga membuka tempat pengikatan myosin di molekul aktin.
10. Pembentukan ikatan-silang (cross
linkage) antara aktin dan myosin dan pergeseran filament tipis pada filament
tebal, sehingga menghasilkan gerakan.
|
Tahap-tahap
relaksasi
1. Ca2+ dipompa
kembali kedalam reticulum sarkoplasma.
2. Pelepasan Ca2+ dari
troponin.
3. Penghentian interaksi antara aktin
dan myosin.
|
Sumber : Gonang, F (2008 P. 72)
6. Dasar molekular kontraksi
Proses yang menimbulkan pemendekan unsurt
kontraktil didalam otot merupakan peluncuran filamen (serabut/benang halus)
tipis diatas filament tebal, karena otot memendek maka filament tipis dari
ujung sarkomer (kontraktil dari myofibril) saling mendekat, saat pendekatan
filament ini tumpang tindih.
Peluncuran selama kontraksi otot
dihasilkan oleh pemutusan dan pembentukan kembali hubungan antara aktin
(protein myofibril) dan myosin (protein globulin) menghasilkan gerakan selama
kontraksi cepat. Sumber kontraksi cepat otot adalah ATP, hidrolisis ikatan
antara gugusan fosfat. Senyawa ini berhubungan dengan pelepasan tenaga dalam
jumlah besar sehingga ikatan ini dinamakan ikatan fosfat bertenaga tinggi.
Di dalam otot, hidrolisis ATP ke ADP dilakukan
oleh protein kontraktil myosin. Proses depolarisasi serabut otot yang memulai
kontraksi dinamakan perangkaian eksitasi kontraksi. Potensial aksi dihantarkan
kesemua fibril didalam serabut melalui pelepasan Ca2+ dari
sisterna terminalis. Gerakan ini membuka ikatan myosin sehingga ATP dipecah dan
timbul kontraksi.
7. ATP sebagai sumber energi untuk kontraksi
Bila sebuah otot berkontraksi, timbul
satu kerja yang memerlukan energy. Sejumlah ATP dipecah membentuk ADP
selama proses konraksi. Selanjutnya semakin hebat kerja yang dilakukan
semakin besar jumlah ATP yang dipecahkan.
Proses ini akan berlangsung terus menerus
sampai filament aktin meanrik membrane menyentuh ujung akhir filament myosin
atau sampai beban pada otot menjadi terlalu besar untuk terjadinya tarikan
lebih lanjut.
8. Hubungan antara kecepatan kontraksi dan beban
Sebuah otot akan berkontraksi sangat
cepat bila berkontraksi tanpa melawan beban dan mencapai keadaan kontraksi
penuh kira-kira dalam 0,1 detik untuk otot rata-rata.
Bila diberi beban, kecepatan kontraksi akan
menurun secara progresif seiring dengan penambahan beban. Bila beban meningkat
sampai sama dengan kekuatan maksimum yang dilakukan otot tersebut, kecepatan
kontraksi menjadi nol dan tidak terjadi kontraksi sama sekali walaupun terjadi
aktivitas serat otot.
Penurunan kecepatan otot dengan beban ini
karena beban pada otot yang berkontraksi kekuatannya berlawanan arah melawan
kontraksi. Akibat kontraksi otot kekuatan otot netto yang tersedia menimbulkan
kecepatan pemendekan akan berkurang secara seimbang.
9. Pembentukan energi pada kontraksi otot
Bila suatu otot berkontraksi melawan
suatu beban dikatakan otot itu melakukan kerja. Hal ini berarti ada energi yang
dipindahkan dari otot ke beban internal. Misalnya untuk mengangkat suatu objek
ketempat yang lebih tinggi atau untuk mengimbangi tahanan pada waktu melakukan
gerak, dalam perhitungan
W = L x D
W = Hasil kerja
L = Beban
D = Jarak gerakan terhadap
beban
Energi yang dibutuhkan untuk melakukan
kerja berasal dari reaksi kimia dalam sel otot selama kontraksi.
10. Jenis
kontraksi
Kontraksi otot melibatkan pemendekan
unsur otot kontraktil. Tetapi karena otot mempunyai unsure elastic dan kental
dalam rangkaian dengan mekanisme kontraktil, maka kontraksi timbul tanpa suatu
penurunan yang layak dalam panjang keseluruhan otot. Kontraksi yang demikian
disebut isometric (panjang ukuran sama). Kontraksi melawan beban tetap dengan
pendekatan ujung otot dinamakan isotonik (tegangan sama).
Kontraksi otot yang kuat dan alam
mengakibatkan kelelahan otot. Sebagian besar kelelahan akibat dari ketidak
mampuan proses kontraksi dan metabolic serat otot untuk terus memberi hasil
kerja yang sama dan akan menurun setelah aktivitas otot mengurangi kontraksi
mengakibatkan kelelahan dan hamper sempurna karena kehilangan suplai makanan
terutama kehilangan oksigen.
11. Sistem
pengungkit tubuh
Otot-otot bekerja dengan menggunakan
tegangan pada tempat-tempat insersi didalam tulang dan tulang kemudian
membentuk berbagai jenis sistem pengungkit yang diaktifkan oleh otot biseps
untuk mengangkat lengan bawah. Suatu analisis mengenai sistem pengungkit tubuh
bergantung pada :
a. Pengetahuan tentang tempat insersi
otot
b. Jaraknya dari pengungkit
c. Panjang lengan pengungkit
d. Posisi pengungkit
Tubuh banyak membutuhkan jenis
pergerakan diantaranya membutuhkan kekuatan yang besar dan jarak pergerakan
yang jauh. Beberapa otot ukurannya panjang dan berkontraksi lama dan yang lain
berukuran pendek, mempunyai luas penampang lintang yang besar serta
menghasilkan kekuatan kontraksi yang ektrem pada jarak yang pendek.
12. Sumber
dan metabolisme tenaga
Kontraksi otot memerlukan tenaga. Otot
merupakan suatu mesin untuk mengubah tenaga kimia ke mekanik. Sumber cepat
tenaga ini merupakn turunan fosfat organic kaya tenaga didalam otot. Sumber
akhir merupakan metabolism antara karbohidrat dan lipis hidrolisis ATP untuk
memberikan tenaga bagi kontraksi.
ATP disintesis ulang dari ADP oleh
tambahan suatu gugusan fosfat pada keadaan normal tenaga untuk reaksi endotermi
diberikan oleh pemecahan glukosa ke CO2 dan H2O.
Didalam otot ada senyawa fosfat yang kaya tenaga lainnya dinamakan
fosforilkreatin yang membentuk ATP dari ADP sehingga memungkinkan kontraksi
berlanjut.
a. Pemecahan karbohidrat
Banyak tenaga bagi sintesis ulang ATP dan
fosforilkreatin berasal dari pemecahan menjadi CO2 dan H2O
suatu bagian lintasan metabolic utama. Glukosa dalam aliran darah memasuki sel
melalui serangkaian reaksi kimia ke piruvat sumber lain bagi glukosa intrasel
berasal dari glikogen, polimer karbohidrat yang sangat banyak dalam hati dan
otot kerangka. Bila ada O2yang adekuat maka piruvat memasuki siklus
asam sitrat dan metabolism melalui siklus lintasan enzim pernapasan, dinamakan
glikosis anaerobik.
b. Produksi panas dalam otot
Secara termodinamik tenaga yang diberikan
ke otot harus sama denga pengeluaran tenaga dalam kerja yang dilakukan otot.
Efisiensi mekanik keseluruhan kerja otot rangka mengeluarkan tenaga sampai 50%,
sementara mengangkat beban selama berkontraksi isotonik pada hakikatnya 0%.
Selama berkontraksi isometric, simpanan tenaga dalam ikatan fosfat merupakan
factor kecil dan panas yang dihasilkan dalam otot dapat diukur secara tepat
dengan termokopel yang cocok.
Panas istirahat merupakan manifestasi
luar proses metabolic basal. Panas yang dihasilkan dalam kelebihan panas
istirahat selama kontraksi dinamakan panas awal yang membentuk panas aktivasi.
Setelah berkontraksi produksi panas melebihi panas istirahat kontinu selama 30
menit. Selanjutnya akan terjadi pemulihan panas karena panas dilepas oleh
proses metabolism. Pelepasan panas ketika pemulihan otot pada keadaan sebelum
otot berkontraksi kira-kira sama dengan panas awal yang dihasilkan selama
pemulihana.
c. Pembentukan energi pada kontraksi
otot
Bila suatu otot berkontraksi melawan
beban, dikatakan otot ini kerja. Artinya energi yang dipindahkan dari otot ke
beban eksternal untuk mengangkat suatu objek ke tempat yang lebih tinggi atau
mengimbangi tahanan pada waktu melakukan gerak, dibutuhkan energi untuk
melakukan kerja dalam sel otot selama berkontraksi. Sebagian besar energi ini
dibutuhkan untuk menjalaqnkan mekanisme untuk memompakan kalsium dari sarkoplasma
kedalam reticulum sarkoplasmik. Dan setelah kontraksi berakhir, memompakan
ion-ion natrium dan kalium melalui membran serat otot mempertahankan lingkungan
yang cocok untuk pembentukan potensial aksi.
13. Sifat
otot dalam organisme utuh
a. Efek denervasi
Dalam tubuh manusia yang utuh, otot
rangka yang sehat tidak berkontraksi kecuali dalam respons terhadap
perangsangan persarafan motoriknya. Kerusakan persarafan ini menyebabkan atrofi
otot dan peningkatan sensitivitas terhadap asetilkolin. Akibatnya muncul
kontraksi halus tak teratur pada serabut tersendiri (fibrilasi=kontraksi serat
otot yang sangat cepat)
b. Elektromiografi
Aktivitas unit motorik dapat diteliti
dengan elektromiografi dengan proses perekaman aktivitas listrik otot pada
osiloskop sinar katoda. Bisa dilakukan pada manusia yang tidak dianestesi
dengan menggunakan cakram logam kecil pada kulit diatas otot sebagi elektroda
penangkap atau dengan menggunakan elektroda jarum hipodermik. Rekaman yang
didapat dengan elektroda demikian merupakan elektromiogram (EMG). Dengan
elektroda jarum, biasanya mungkin menangka aktivitas serabut otot tunggal.
C. Kekuatan otot rangka
Otot rangka manusia dapat menimbulkan 3-4
kg tegangan per sentimeter persegi penampang melintang. Gambaran ini kira-kira
sama seperti yang didapat di dalam berbagai hewan percobaan dan tampaknya
konstan bagi semua spesies mamalia.
D. Perubahan bentuk otot
Semua otot tubuh secara terus menerus
dibentuk kembali untuk menyesuaikan fungsi-fungsi yang dibutuhkan olehnya.
Diameter diubah, panjang diubah, kekuatan diuabah, suplai pembuluh darah
diubah, bahkan tipe serat otot diubah. Peosaes perubahan bentuk ini seringkali
berlangsung cepat dalam waktu beberapa minggu.
1. Hipertrofi
Bila massa suatu otot menjadi besar
akibat peningkatan jumlah filamen aktin dan myosin dalam setiap serat otot,
peristiwa ini terjadi sebagai respons terhadap kontraksi otot yang
berlangsung pada kekuatan maksimal. Hipertrofi yang sangat luas dapat terjadi
bila selam aproses kontraksi otot-otot diregang secara simultan, selama
maksimum dalam waktu 6-10 minggu. Kalau kontraksi sangat kuat, jumlah filamen
aktin dan miosin bertambah banyak secara progresif didalam myofibril. Miofibril
akan pecah disetiap otot untuk membentuk myofibril yang baru.
2. Atrofi otot
Bila massa otot menurun karena otot tidak
digunakan dalam jangka waktu yang lama, kecepatan penghancuran protein
kontraktil dan jumlah miofibril yang timbul akan berlangsung lebih cepat
daripada kecepatan penggantinya. Akibatnya otot mengecil melebihi normal, dapat
menyebabkan atrofi. Peristiwa ini menyebabkan bertambahnya sarkomer-sarkomer
baru pada ujung serat oto tempat otot melekat pada tendo. Bila suatu otot tetap
memendek secara terus menerus kurang dari panjang normal, sarkomer-sarkomer
pada ujung otot akan menghilang hampir sama cepatnya. Melalui proses ini secara
terus menerus dibentuk kembali untuk memiliki panjang yang sesuai bagi otot
tertentu.
3. Rigor mortis
Beberapa jam setelah kematian, semua otot
tubuh masuk dalam keadaan kontraktur yang disebut rigor mortis yaitu otot
berkontraksi dan menjadi kaku walaupun tidak terdapat potensial aksi.
Kekakuan ini disebabkan hilangnya semua ATP yang dibutuhkan untuk menyebabkan
pemisahan jembatan penyeberangan dari filament aktin selama proses relaksasi.
Otot dalam keadaan kaku karena
protein-protein otot dihancurkan. Biasanya disebabkan oleh proses autolysis
akibat enzim yang dikeluarkan dari hormon 15-25 jam kemudian. Ini berlangsung
lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi.
E. Skema otot
Tabel 2.3 Perbedaan otot
Item
pembeda
|
Otot
rangka
|
Otot
polos
|
Otot
jantung
|
Struktur
|
Bergaris
lintang, Tidak ada syncitium
|
Polos,
Ada syncitium
|
Bergaris
lintang Ada syncitium
|
Persarafan
|
Saraf
tepi
|
Saraf
otonom
|
Saraf
otonom
|
Fungsi
|
volunter
|
involunter
|
involunter
|
Letak
|
Pada
rangka
|
Pada
alat dalam, p.d.
|
Pada
jantung
|
Kontraksi
|
Tidak
ada irama
|
Tidak
ada irama
|
Ada
irama
|
Sumber :
Text Book of Medical Physiology (11th) by Guyton and Hall
Jenis otot :
1. Otot motoris (serat lintang = lurik)
2. Otot otonom (otot polos)
Menurut Guyton dan Hall (2007 p.95) otot
polos terdiri atas serabut-serabut kecil umumnya berdiameter 1-5 mikrometer dan
panjangnya hanya 20-500 mikrometer.
Gambar 2.4 Struktur fisik otot polos.Serabut di sisi kiri
atas memperlihatkan filament aktin yang memancarkan dari dence bodies. Serabut
yang kiri bawah dan serabut yang disebelah kanan memperlihatkan hubungan antara
filament myosin dengan filament aktin (Guyton & Hall, 2007 p.96)
a. Tipe-tipe otot polos
1) Otot polos multi-unit.
Tipe otot polos ini terdiri atas serabut
otot polos tersendiri dan terpisah. Sifat dari serabut otot polos multi-unit
ini adalah masing-masing serabut dapat berkontraksi dengan tidak bergantung
pada yang lain, dan pengaturannya terutama dilakukan oleh sinyal saraf. Contoh
otot polos multi-unit adalah otot silindris mata, otot iris mata, dan otot
piloerektor yang menyebabkan tegaknya rambut bila dirangsang oleh system saraf
simpatik.
Gambar 2.5 (a) otot polos unit-tunggal dan (b)
multi-unit
2) Otot polos unit tunggal
Istilah ini mengartikan bahwa
serabut otot berkontraksi bersama-sama sebagai suatu unit tunggal.
b. Pengaturan saraf kontraksi otot polos
Otot polos dapat dirangsang untuk
berkontraksi oleh berbagai jenis sinyal : oleh sinyal saraf, oleh rangsangan
hormonal, oleh regangan otot, dan beberapa cara lainnya (Guyton & Hall,
2007 p.99)
Gambar 2.6 Persarafan otot polos
(Guyton & Hall, 2007 p.99)
Gambar 2.7 (A) Potensial aksi otot polos yang khas
(potensial lajak) yang ditimbulkan oleh rangsangan eksternal. (B) Serangkaian
lajak yang ditimbulkan oleh gelombang listrik berirama lambat yang terjadi
secara spontan di oto polos dinding usus. (C) Potensial aksi dengan pendataran
yang direkam dari suatu serabut otot polos uterus.
Sumber : Guyton & Hall (2007 p.100)
3. Otot jantung
Menurut Guyton dan Hall (2007, p.107) ada
tiga tipe otot jantung yaitu otot atrium, otot trikel dan serabut otot
eksitatorik. Dalam gambar 2.8 tampak daerah-daerah gelap yang menyilang
serabut-serabut otot jantung yang disebut sebagai diskus interkalatus.
Otot jantung merupakan suatu sinistium dari banyak sel-sel
otot jantung tempat sel-sel otot jantung ini terikat dengan sangat kuat sehingga
bila salah satu sel otot terangsang, potensial aksi akan menyebar dari satu sel
ke sel yang lain.
Gambar 2.8 “Sinsitium” yang merupakan sifat saling
berhubungan dari serabut otot jantung (Guyton & Hall . 2007 p.108)
Jantung terdiri atas 2 sinistrium yaitu sinistrium
atrium yang menyusun dinding kedua atrium dan sinistrium
ventrikel yang membentuk dinding kedua ventrikel.
F. Macam otot
1. Menurut bentuk :
a. Bentuk kumparan
b. Bentuk Lipas
c. Bentuk Melingkar
d. Bentuk Sirip
e. Serabut sejajar
2. Menurut jumlah kepala :
a. Biseps (berkepala dua)
b. Triseps (berkepala tiga)
c. Quadriseps (berkepala empat)
3. Menurut pekerjaan :
a. Abduktor (menjauhi tubuh)
b. Adduktor (mendekati tubuh)
c. Antagonis (berlawanan)
d. Dilatasi (memanjang)
e. Eksorotasi (memutar keluar)
f. Ekstensor (meluruskan kembali)
g. Endorotasi (memutar kedalam)
h. Fleksor (membengkokkan sendi)
i. Kontraksi (memendek)
j. Pronator (ulna dan radial sejajar)
k. Sinergis (bersamaan)
l. Suppinator (ulna dan radial
menyilang)
4. Menurut Letak :
a. Bagian dada
b. Bagian kaki (anggota gerak bawah)
c. Bagian kepala
d. Bagian leher
e. Bagian lengan (anggota gerak atas)
f. Bagian perut
g. Bagian punggung
Tabel 2.4 Bagian otot
Bagian
otot
|
Muskulus
kaput (kepala otot)
Muskulus
venter (empal otot)
Muskulus
kaudal (ekor otot)
Fasia
(selaput pembungkus otot)
Origo
(muskulus kaput melekat pada tulang)
Insersi
(muskulus kaudal lekat pada tulang)
Tendo
(jaringan ikat yang keras dan liat)
|
Sumber : Syaifuddin (2006, p. 113)
Tabel 2.5 Otot kerangka tubuh
Otot
kerangka tubuh
|
|
Otot
kepala
Pundak
kepala
Otot
wajah
Mulut
dan bibir
Otot
pengunyah
Otot
leher
Otot
bahu dan dada
Otot
bahu
Otot
dada
Otot
perut
Dinding
perut
Dinding
depan perut
Otot
punggung dan belakang tubuh
Menggerakkan
lengan
Antar-ruas
iga
Punggung
sejati
Otot
lengan
Pangkal
lengan
Kedang
Lengan
bawah
Otot
sekitar panggul
Sebelah
depan
Sebelah
belakang
Anggota
gerak bawah (otot tungkai)
Otot
paha
Tungkai
bawah
Otot
ketul empu jari bersama
Otot
kedang jari bersama
|
§ M. Frontalis
§ M. Oksipitalis
§ M. Rektus okuli
§ M. Obligues okuli
§ M. Orbikularis okuli
§ M. Levator kitebra
§ M. Triangularis
§ M. Quadratus labii sup
§ M. Quadratus labii inf
§ M. Buksinator
§ M. Zigomatikus
§ M. Maseter
§ M. Temporalis
§ M. Pterigoid
§ M. Platisma
§ M. Sternokleidomastoid
§ M. Longisimus kapitis
§ M. Splenius
§ M. Semispinalis kapitis
§ M. Deltoid (otot segitiga)
§ M. Subskapularis
§ M. Supraspinatus
§ M. Infraspinatus
§ M. Teres mayor
§ M. Teres minor
§ M. Pektoralis mayor
§ M. Pektarolis minor
§ M. Sublavikula
§ M. Seratus anterior superior
§ M. Seratus anterior inferior
§ M. Interkostalis eks/int
§ M. Diafragmatikus
§ M. Abdominis internal
§ M. Abdominis eksternal
§ M. Obliques internus abdominis
§ Aponeurosis
§ M. Rektus abdominis
§ M. Transfersus abdominus
§ M. Psoas (M. Quadratus lumborum)
§ M. Iliakus
§ M. Trapezius
§ M. Latisimus dorsi
§ M. Romboid
§ M. Seratus posterior inferior
§ M. Seratus posterior superior
§ M. Interspinalis transfersi
§ M. Sakrospinalis erector spina
§ M. Quadratus lumborum
§ Otot ketul
§ M. Biseps brakii
§ M. Korakobrakialis
§ M. Trisep brakii
§ M. Kepala luar
§ M. Kepala dalam
§ M. Kepala panjang
§ Ketul
§ Telapak tangan-pronator teres
§ M. Palmaris longus
§ M. Fleksor karpi radialis
§ M. Fleksor digitorum sublimis
§ M. Fleksor digitorus profundus
§ Memutar radialis
§ M. Pronator teres quadrates
§ M. Supinator bravis
§ Punggung tangan
§ Telapak tangan
§ Tenar
§ Hipotenar
§ Kedang
§ M. Ekstensor karpi radialis longus
§ M. Ekstensor karpi radialis brevis
§ M. Ekstensor karpi ulnaris
§ M. Digitorum karpi radialis
§ M. Ekstensor policis longus
§ M. Posas mayor
§ M. Illiakus
§ M. Psoas minor
§ M. Gluteus maksimus
§ M. Gluteus medius minimus
§ Abduktor
§ M. Abduktor maldanus
§ M. Abduktor brevis
§ M. Abduktor longus
§ Ekstensor (quadriceps)
§ M. Rektus femoralis
§ M. Vastus lateralis eksternal
§ M. Vastus medialis internal
§ M. Intermedialis
§ Fleksor
§ M. Biseps femoris
§ M. Semimembranosus
§ M. Semitendinosis
§ M. Sartorius
§ M. Tibia anterior
§ M. EKstensor falangus longus
§ Kedang jempol
§ M. Popliteus (tendo Achilles)
§ M. Fleksor falangus longus
§ M. Tibialis posterior
|
Sumber : Syaifuddin (2006, p.116-119)
II. Mobilisasi Sesuai Dengan Tahap
Tumbuh Kembang
Menurut Potter & Perry (2006 p.1197)
sepanjang kehidupan, penampilan tubuh dan fungsi tubuh mengalami perubahan,
terutama pada usia kanak-kanak dan lansia.
A. Bayi
Garis tulang belakang pertama kali muncul
ketika bayi memanjangkan leher dari posisi pronasi. Sejalan dengan pertumbuhan
dan peningkatan stabilitas, tulang belakang torakal menjadi tegak, dan garis
tulang belakang lumbal muncul, sehingga memungkinkan duduk dan berdiri. Pada
bayi yang matang, sistem muskuloskeletal menjadi lebih kuat, bayi mampu melawan
pergerakan, meraih dan menggengam objek. Pada saat bayi tumbuh, perkembangan
sistem muskuloskeletal membutuhkan dukungan berat badan untuk berdiri dan
berjalan. Posturnya aneh karena kepala dan tubuh berat badan tidak tersebar
rata sepanjang garis gravitasi sehingga posturnya tidak seimbang dan sering
jatuh.
B. Todler
Postur toddler agak berpunggung lengkung dengan perut
menonjol adalah aneh. Ketika anak berjalan, tungkai dan kakinya biasanya
berjauhan dan kaki agak terbuka. Pada masa akhir toddler, penampakan postur
berkurang keanehannya yaitu garis pada tulang belakang serviks dan lumbal
menonjol serta eversi pada kaki menghilang.
C. Anak Usia Prasekolah dan Sekolah
Pada usia 3 tahun, tubuh lebih ramping, lebih tinggi, dan
lebih baik keseimbangan. Perut yang menonjol berkurang, kaki tidak terbuka
berjauhan, lengan dan tungkai makin panjang. Dari usia 3 tahun sampai permulaan
remaja system musculoskeletal terus berkembang. Tulang panjang di lengan dan
tungkai tumbuh. Otot, ligament, dan tendon yang lebih kuat mengakibatkan
perbaikan postur dan peningkatan kekuatan otot. Koordinasi lebih baik
memungkinkan anak melakukan tugasnya yang membutuhkan keterampilan motorik yang
baik.
D. Remaja
Tahap remaja di tandai dengan pertumbuhan
yang pesat. Pertumbuhan kadang tidak seimbang. Sehingga remaja tampak aneh dan
tidak terkoordinasi. Pertumbuhan dan perkembangan putrid biasa lebih cepat
dibandingkan dengan remaja putra. Pinggul, membesar, lemak di simpan di lengan
atas, paha, dan bokong. Perubahan bentuk pada remaja putra menghasilkan
pertumbuhan tulang panjang dan peningkatan massa otot. Tungkai menjadi lebih
panjang dan pinggul lebih sempit. Perkembangan otot meningkat di dada, lengan,
bahu dan tungkai atas.
E. Dewasa
Perubahan postur normal dan kesejajaran tubuh orang dewasa
terjadi terutama pada wanita hamil. Perubahan tersebut akibat respons adaptif
tubuh terhadap penambahan berat dan pertumbuhan fetus. Pusat gravitasi
berpindah ke bagian anterior. Wanita hamil bersandar ke belakang dan
punggungnya agak lengkung. Wanita hamil biasa mengeluh sakit punggung.
F. Lansia
Kehilangan total massa tulang progresif
terjadi pada lansia. Beberapa kemungkinan untuk penyebab kehilangan ini
meliputi aktivitas fisik, perubahan hormonal dan resorpsi tulang actual.
Pengaruh kehilangan tulang adalah tulang menjadi lebih lemah, tulang belakang
lebih lunak dan tertekan, tulang panjang kurang resisten untuk membungkuk
(Lueckenote,1994). Selain itu lansia mengalami perubahan status fungsional
sekunder akibat perubahan status mobilisasi.
Proses menua biasanya dihubungkan dengan
perubahan fungsi seperti penurunan kekuatan otot dan kapasitas aerobic, tidak
stabilnya vasomotor, pengurangan ketebalan tulang, keterbatasan ventilasi paru,
perubahan sensori kontinen, selera makan dan haus serta cenderung inkontinensia
urin. Hospitalisasi dan tirah baring melapiskan beberapa faktor seperti
imobilisasi, pengurangan volume plasma, percepatan kehilangan tulang,
peningkatan volume tertutup, dan kehilangan sensori. Beberapa faktor tersebut
emndorong lansia lebih mudah masuk ke dalam status penurunan fungsi yang
ireversibel.
Lansia berjalan lebih lambat dan tampak
kurang koordinasi. Lansia juga membuat langkah yang lebih pendek, menjaga kaki
mereka lebih dekat bersamaan yang mengurangi dasar dukungan. Sehingga
keseimbangan tubuh tidak stabil dan mereka berisiko jatuh dan cedera.
III. Prosedur Tindakan Keperawatan
Memindahkan Pasien Dengan MenggunakanHydraulic lift
Pegangkat hidrolik sama seperti perangkat
hoyer terutama digunakan untuk pasien yang tidak dapat membantu dirinya sendiri
atau yang terlalu berat untuk diangkat oleh pengangkat lain dengan aman.
Pengangkat ini dapat digunakan untuk memindahkan pasien antara tempat tidur ke
kursi roda, tempat tidur ke kamar mandi, dan tempat tidur ke brankar.
Pengangkat hoyer terdiri dari satu
dasar diatas lereng, pompa mekanik hidrolik, tiang untuk berpegangan dan
tali/kain pegangan. Tali/kain ini biasanya terdiri dari satu atau dua kain
terpa yang digunakan untuk duduk pasien. kain pertama digunakan untuk
mengangkat kepala hingga lutut pasien, dan kain kedua digunakan untuk
mengangkat bokong dan paha. Ini adalah sesuatu yang penting yang harus
diketahui model yang sering digunakan dan disertai latihan untuk
menggunakannya. sebelum menggunakan pegangkat, perawat menjamin bahwa sangkutan
pengait,rantai,tali pengikatnya dan kain terpa itu dipersiapkan dengan baik.
Banyak pihak menyarankan, pengangkat ini di operasikan oleh 2 orang perawat.
Gambar 2.9 Hydaulic lift
Menurut Potter & Perry (2006 p. 1473), prosedur memindahkan pasien dari
tempat tidur ke kursi roda menggunakan Hoyer/hidrolik :
Tabel 2.6
Tindakan
|
Rasional
|
1. Bawa pengangkat ke
sisi tempat tidur
2. Posisi kursi dekat tempat tidur, dan
memungkinkan ruang yang cukup untuk angkat manuver.
3. Angkat tempat tidur ke posisi tinggi
dengan rel datar kasur, sisi bawah.
4. Jauhkan rel tempat tidur menghadap ke
atas pada sisi yang berlawanan anda.
5. Gulingkan pasien pada sisi jauh darianda.
6. Tempat tidur gantung atau kanvas
strip bawah pasien untuk dari gendongan. Tempat
potongan kanvas dua sehingga tepi bawah sesuai di bawah lutut pasien(potongan lebar) dan tepi atas sesuai
di bawah bahu pasien (bagian sempit)
7. Angkat rel tempat tidur
8. Pergi ke sisi berlawanan dan kereta
api naik lebih rendah.
9. Gulingkan pasien ke sisi berlawanan dan rel sisi
bawah
10. Gulingkan pasien ke kursi kanvas
11. Bersihkan kacamata pasien (jika perlu)
12. Tempat mengangkat bar tapal kuda di
bawah sisi tempat tidur (di sisi tempat tidur dengan kursi)
13. Turunkan bar horizontal untuk tingkat
selempang dengan melepaskan katup hidrolik. kunci katup
14. Pasang kaitan pada tali (rantai)
untuk lubang di selempang. rantai pendek atau kail tali ke lubang atas sling,
rantai lagi menghubungkan ke bawah dari gendongan.
15. Mengangkat kepala tempat tidur
16. Lipat lengan pasien di depan dada
17. Pompa hidrolik menggunakan gagang
panjang, lambat, bahkan stroke sampaipasien dinaikkan dari tempat tidur.
18. Menggunakan gagang kemudi untuk menarik angkat dari
tempat tidur dan manuver ke kursi.
19. Peran dasar sekitar kursi.
20. Lepaskan katup perlahan (putar ke
kiri) dan pasien yang lebih rendah ke kursi
21. Tutup katup segera setelah pasiensedang down dan tali bisa dilepas
22. Angkat tali dan mekanik / hidrolik.
23. Periksa keselarasan pasien duduk dan perbaiki (jika perlu).
|
1. Memastikan elevasi aman dari pasiendari tempat tidur (sebelum
menggunakan lift, secara menyeluruh akrab dengan operasi perusahaan)
2. Mempersiapkan lingkungan untuk
penggunaan yang aman dari lift dan transfer berikutnya.
3. Menjaga keselarasan perawat selama
transfer
4. Menjaga keselamatan pasien.
5. Lengkapi posisi klien pada mekanik /
hidrolik sling.
6. Dua jenis kursi diberikan diberikan
dengan mekanik / hidrolik angkat. gaya tidur gantung adalah lebih baik bagipasien yang lembek, lemah, dan perlu
dukungan, strip kanvas dapat digunakan untuk klien dengan otot normal. Kait harus menghadap jauh dari kulit pasien.Tempat sling
di bawah pasien pusat gravitasi dan bagian
terbesar dari berat tubuh.
7. Menjaga keselamatan pasien
8.
9. Selesaikan posisi pasien pada mekanik / hidrolik sling.
10. Sling harus diperluas dari bahu ke
lutut (tempat tidur gantung) untuk mendukung berat badan pasien sama-sama
11. Putar bar dekat dengan kepala pasiendan bisa memecahkan gelas mata
12. Posisi mengangkat efisien dan
dipromosikan kelancaran transfer
13. Posisi lift hidrolik dekat
dengan pasien. mengunci katup mencegah cedera padapasien.
14. mengamankan hidrolik lift untuk
selempang
15. Posisi pasien dalam posisi duduk
16. Mencegah cedera pada lengan lumpuh
17. Posisi pasien dalam posisi duduk
18. Memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi
19. Posisi mengangkat di depan kursi di
mana pasien akan ditransfer.
20. Keselamatan panduan pasien ke belakang kursi sebagai kursi
turun.
21. Jika katup dibiarkan terbuka, ledakan
dapat terus menurunkan dan melukaipasien.
22. Mencegah kerusakan pada kulit dan
jaringan di bawahnya dari kanvas atau kait.
23. Mencegah cedera akibat sikap tubuh
yang buruk.
|
Sumber :
Potter & Perry (2006 p. 1473).
Gambar :
2.10 Posisi memindahkan pasien ke hydraulic lift
Gambar
2.11 Cara memindahkan pasien ke hydraulic lift
IV. Prosedur Tindakan Keperawatan
Berjalan Dengan Kruk Lofstrand (Kruk Lengan Bawah)
Kruk digunakan untuk meningkatkan
mobilisasi. Kruk Lofstrand dengan pengatur ganda atau kruk
lengan bawah memiliki sebuah pegangan tangan dan pembalut logam yang pas
mengelingi lengan bawah. Diatur agar sesuai dengan tinggi pasien (Potter &
Perry, 2005 p.1235).
Kelebihan dalam menggunakan kruk lengan
bawah adalah ringan dan menyediakan pilihan untuk mengatur tingkat bagian
manset kruk sehingga pemakainya dapat mengatur sudut tekukan lengan bawah untuk
mencapai kenyamanan. Sedangkan, kekurangannya adalah menyebabkan kerusakan pada
sendi dan saraf di lengan dan tangan (Ehow, 2011; Grace, 2012).
Menurut Ehow (2011) cara menggunakannya
adalah :
A. Tegakkan kruk lengan melawan tubuh Anda untuk memastikan
bahwa tinggi keseluruhan kruk sesuai.
B. Ketika berdiri tegak, pegangan dari setiap penopang lengan
bawah harus mencapai sekitar pergelangan tangan.
C. Atur penempatan manset pada lengan kruk sebelum mulai
berjalan.
D. Gunakan tombol di bagian atas setiap kruk untuk memindahkan
manset atas atau bawah. Manset harus kira-kira 1 sampai 2 inci di bawah
siku.
E. Ambil pegangan kruk, satu di masing-masing tangan, sementara
tempatkan manset di masing-masing lengan. Manset berbentuk seperti U,
ujung terbuka U harus menghadap ke luar.
F. Tempatkan kruk tepat di depan dan mentransfer beberapa dari
berat badan Anda ke kruk lengan.
G. Gerakkan kaki kanan hingga tepat di belakang kruk. Ambil
langkah secara perlahan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam makalah ini yang
dapat penulis ambil adalah sebagai berikut :
1. Pertumbuhan dan perkembangan manusia mengalami perubahan
terutama pada usia kanak-kanak dan lansia. Beberapa pasien mengalami kemunduran
dan selanjutnya berada diantara rentang mobilisasi-imobilisasi.
2. Otot adalah jaringan peka rangsang, yang mencetuskan
mekanisme kontraksi spesialis menjadi kontraksi pada tubuh, mampu mengubah
energi listrik menjadi energi kimiawi dan mengandung protein-protein
kontraktil.
3. Fisiologi otot kerangka terdiri dari :
a. Susunan otot kerangka
b. Sifat listrik otot kerangka
c. Kekuatan otot rangka
d. Perubahan bentuk otot
e. Skema otot
f. Macam otot
4. Pegangkat hidrolik sama seperti perangkat hoyer digunakan
untuk memindahkan pasien antara tempat tidur ke kursi roda, tempat tidur ke
kamar mandi, dan tempat tidur ke brankar.
5. Kruk digunakan untuk orang yang memiliki satu kaki cedera atau
sakit kaki, memiliki otot lemah atau gaya berjalan yang tidak stabil, dan
membantu mereka dalam berjalan tanpa kesulitan (Ehow, 2011).
6. Kruk lengan bawah adalah bentuk paling umum dari kruk yang
digunakan oleh individu yang menderita cacat permanen (Carpenito,2009).
B. Saran
Dalam makalah tugas mandiri ini memuat informasi
mengenai aspek-aspek yang mencakup dalam kebutuhan seseorang untuk
beraktifitas dan mobilisasi. Mungkin dalam laporan tugas mandiri ini banyak
sekali terdapat kekeliruan, Penulis berharap agar pembaca dapat memakluminya
karena penulis juga masih sangat membutuhkan arahan dan kritik dari pembimbing
dan pembaca. Serta masih banyak buku-buku referensi yang menjelaskan secara
detail mengenai hal tersebut.
Adapun saran penulis kepada pembaca
adalah sebagai berikut :
1. Diharapkan mahasiswa dapat memahami serta mengaplikasikan
pengetahuannya dengan professionalisme.
2. Adanya perluasan materi yang disampaikan lebih luas dan
mencakup materi yang diperlukan oleh mahasiswa lainnya.
3. Dapat di pertimbangkan untuk dijadikan referensi lebih
lanjut.
4. Memahami kekurangan penulis dalam penyampaikan isi laporan
serta memperbaikinya.
DAFTAR PUSTAKA
Ehow. (2011) dikutip pada tanggal 21 Maret 2012 darihttp://www.ehow.com/how_4780879_use-hoyer-lift-transfer-patient.html
Ganong, F William. (2008) Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Eds.22 Jakarta : EGC
Guyton, Arthur C. & John E. Hall. (2007). Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran Eds 11. Jakarta : EGC
Kozier, B., Erb, G., Berman A.,
Snyder S. (2004). Fundamentals of nursing; Concept, process, and
practice. 7 th ed. New Jersey : Perason Education, Inc.
Potter, Patricia A & Perry, Anne
Griffin. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Volume 2 Eds 4.
Jakarta : EGC
Potter, Patricia A & Perry, Anne
Griffin. (2006). Fundamentals of nursing;Concept, process, and
practice, 4 th ed. USA : Elsevier Mosby
Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk
Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar